[Cuma Cerita Pendek] Salahkah Aku?
Dania sedang termenung di meja kerjanya. Pekerjaan hari ini tidak terlalu menumpuk. Sebagian besar dipakai Dania untuk membereskan mejanya yang sudah berantakan. Tiba-tiba, di gelombang radio favoritnya, diputar lagu Salahkah Aku – Titi Dj. Tiba-tiba lagi, pikiran Dania langsung terbang ke sebuah ruangan di seberang ruang kerjanya… Ruangan Iqbal, si anak baru.
“Hhhh…” desah Dania.
Iqbal, cowok cool yang baru masuk ke kantornya sekitar satu bulan. Dan dialah, satu-satunya anak baru yang belum pernah ‘berinteraksi’ langsung dengan Dania. Hanya sepotong kalimat di pagi hari yang mengawali semua rasa itu.
Ketika itu, Dania sedang di pantry kantornya, hendak menutup pintu. Tiba-tiba Iqbal berbelok hendak menuju ke pintu itu. Spontan Dania berucap, “Pagi…” Dan tentu saja dibalas Iqbal dengan ucapan yang sama, ditambah senyuman yang ternyata mampu merontokkan hati Dania. Dalam hati Dania berkata, “Oh… no… kenapa tiba-tiba dia jadi cakep?”
Hanya Iqbal, anak baru yang dianggap sombong sama Dania. Hanya Iqbal, anak baru yang sok cool. Tapi, entah kenapa, karena ucapan ‘Selamat Pagi’ itu, jantung Dania langsung dag dig dug setiap kali berpapasan dengan Iqbal. Tapi, setiap berpapasan itu, Dania tidak berani menatap Iqbal, ia hanya menatap lurus ke depan, atau sok sibuk dengan apa pun yang sedang dipegangnya. Pernah sekali, Dania memberanikan diri melirik ketika berpapasan dengan Iqbal, dan ups… Iqbal ternyata juga melirik Dania!!! Dania langsung tersenyum kecil…
Suatu hari…
Dag… dig… dug… duarrr…
Itu bukan bom… tapi jantung Dania yang rasanya memang mau meledak saking gemetarnya. Pulang kantor, seperti biasa, jam 5.30, Dania menunggu pintu lift terbuka. Agak lama memang. Maklum, jamnya orang bubar kantor, yang di lantai bawah Dania pun, suka nakal ikut naik ke atas dulu demi mendapat lift kosong.
“A ha…” batin Dania, akhirnya lift terbuka dan… kosong… Luar biasa untuk ukuran jam-jam sibuk begini. Tepat ketika Dania memencet tombol ‘Close’, sebuah kaki mengganjal pintu yang hampir tertutup itu. Dan…
“Ma kasih ya.”
“Iqbal….!” Jerit Dania dalam hati.
Dania tersenyum dan menyapa, “Tumben pulang jam segini?”
“Iya, lagi agak longgar.”
Diam…
Dalam hati Dania berkata, “Moga-moga, gak ada yang masuk lagi. Moga-moga, lift-nya jalan lebih lambat.”
Tiba-tiba… Deg… Lift terhenti. Dania hampir terjatuh karena goncangan yang cukup kuat. Lampu di dalam lift berkedap-kedip. Dania panik, “A… a… ada apa nih? Kenapa lift-nya begini?”
Iqbal yang juga masih kaget, berusaha lebih tenang, biar Dania tidak semakin panik. “Aku juga gak tau, Dan. Tunggu…, di lift kan, pasti ada tombol darurat.” Iqbal menghampiri dinding dengan jajaran tombol-tombol angka. Dipencet-pencetnya tombol bergambar lonceng dan tombol bergambar telepon.
“Gimana ini, Bal?” Dania makin resah.
“Tenang, Dan… Moga-moga aja gak ada apa-apa. Petugas pasti tahu kalo ada salah satu lift mereka yang gak beres.”
Dan secara otomatis, mereka mengeluarkan handphone mereka, dan hanya bisa mendesah kecewa karena tidak ada sinyal.
Pasrah… Dania mondar-mandir di dalam lift yang kecil itu. Sementara Iqbal memilih duduk di lantai lift. Dania mondar-mandir bukan hanya karena panik lift ‘ngadat’, tapi juga karena hatinya yang juga jadi ‘jumpalitan’ berduaan dengan cowok yang diam-diam ditaksirnya itu.
Melihat Dania yang resah, Iqbal berkata, “Dan… duduk sini aja. Daripada kamu cape’. Kaya’nya kita perlu jaga kondisi nih.” Sesaat Iqbal mengaduk-aduk isi ranselnya. “Fiuh… untung, aku masih punya satu botol air mineral plus biskuit. Lumayan, buat jaga-jaga.”
Dania hanya berdiri mematung menatap Iqbal. “Dan… Halo… Dania…” Iqbal ikut berdiri dan melambai-lambaikan tangannya di depan muka Dania. Dania kaget, “Eh… iya… “ Iqbal duduk lagi, Dania pun ikut duduk, rada grogi.
Mereka sama-sama terdiam…
“Bal… gimana kalo mereka gak tau, kalo ada yang terjebak di lift.”
“Gak mungkin lah, Dan… mereka pasti tau, meskipun ya… rada lambat kali ya.”
Diam lagi…
“Dan… kenapa sih kamu kaya’nya sombong banget?”
“Hah?”
“Sorry, tapi gitu yang aku liat. Sombong, kaya’ males negor orang duluan.”
“Hah?” mata Dania menyipit, rada heran. “Gitu ya?”
“Iya.”
“Sombong?” Dania berkomat-kamit tanpa suara.
“Aku kan anak baru, jadinya rada sensitive kalo ada yang gak negor aku. Sebagai tuan rumah yang lama, paling nggak kan kamu juga harus bikin anak baru betah dong.”
Dania diam, serba salah, “Masa’ gue mau ngomong semua karena gue suka sama loe?”
“Gak tau, Bal. Bawaan aja kali. Aku emang gak bisa cepet berakrab-akrab sama orang. Emang sih… aku cenderung lebih suka kalo orang negor aku duluan.”
“Koq gitu sih?”
“Sifat pemaluku kali. Banyak orang yang bilang, kalo pertama liat aku, emang katanya aku sombong.”
“Nah… bener kan?” Iqbal tersenyum lebar, seolah berhasil memenangkan sebuah ‘pembenaran’.
“Tapi, aku bakal bisa jadi deket banget sama orang, kalo aku udah akrab sama dia.”
“Ya… iya lah…”
Dania jadi malu dengan jawaban Iqbal, dan buru-buru meralat, “Maksudku, kalo aku udah nyaman berteman sama orang, aku gak akan segan-segan cerita, curhat atau nyela dia sekalian.” Dania tertawa, Iqbal juga ketularan tawa Dania.
Diam lagi…
“Hmmm… gimana kabar pacar kamu, Dan?”
“Hah?” Dania kaget, rada gak ‘ngeh’ dengan pertanyaan Iqbal. “Cowokku?”
“Ya… masa’ cewek kamu sih?” Iqbal menggoda Dania, sembari mengangsurkan botol air mineral yang baru dibukanya, “Mau? Kita sharing aja ya?”
Dania tersenyum, lalu menjawab, “No problem. Pacarku… ya.. baik-baik aja… Kalo kamu? Gosip-gosipnya kamu mau married.”
“Gosip?? Waduh… koq bisa sih aku jadi bahan gosip.”
“Hahaha…” Dania tertawa (dan di telinga Iqbal, tawa itu renyah banget…!)
Dania melanjutkan, “Iqbal, kantor kita tuh, termasuk ‘kering’ pria. Giliran ada pria-pria baru masuk… eh, udah married, atau mau married… bikin kesel tuh, dan yang jelas, jadi bahan omongan di antara cewek-cewek di kantor…”
“O… gitu ya…?”
“Jadi bener gak tuh, gosipnya?”
“Married??” Iqbal rada ragu-ragu menjawabnya, “Iya… sih… rencananya bulan Juli.”
“Ihhh.. koq ragu-ragu gitu, sih?” Dania menonjok lembut lengan Iqbal.
“Hmmm… gak tau nih…”
“Mmmm…”
Dania bingung harus komentar apa… akhirnya… mereka berdua kembali terdiam…
Dania mulai resah lagi, dia berdiri menuju dinding bertombol, dan dengan kesal memenjet tombol darurat berkali-kali. “Duh… mana nih… apa gak ada yang sadar kalo ada satu lift yang rusak?” Dania menggerutu.
“Sabar, Dan…” Iqbal mengeluarkan handphone-nya, berharap ada sinyal kali ini… Tapi, ia kembali memasukkannya ke tas dengan kecewa. Dia berdiri di sebelah Dania. Dan tiba-tiba.. deg… lift bergerak turun secara mendadak, lalu berhenti lagi… Dania limbung, untuk cepat-cepat ditahan oleh Iqbal.
Salah tingkah, Dania cepat-cepat duduk lagi meski panik. Iqbal pun duduk lagi. Lampu di dalam lift berkedap-kedip, membuat Dania semakin panik. (Dania gak tau aja, kalo Iqbal juga panik…)
Kali ini mereka terdiam cukup lama…
“Dania…” Iqbal mengagetkan Dania yang sedang melamun, sekaligus mengantuk…
“Ehhh… “ Dania menoleh ke arah Iqbal, yang sedang menatapnya… Dania jadi jengah… “Kenapa, Bal?”
“Mmm… mmmm… Kamu pernah gak suka sama teman sekantor?”
Dania bingung, kaget plus deg-degan dengan pertanyaan Iqbal, agak ge-er juga, sih… “Jangan-jangan dia juga suka sama gue…”. Dania terdiam, sebelum menjawab, “Pernah…” lalu ditambahkan dalam hati, “Aku lagi suka sama teman sekantorku…”
“O”
“O?” Dania makin bingung dengan jawaban Iqbal yang singkat. Tapi, ternyata Iqbal melanjutkan, “Gimana rasanya, Dan?”
Dania tertawa kecil, “Rasanya? Mmm.. yang pasti jadi semangat ke kantor. Bawaannya pengen cepet sampai kantor. Mmm… apa lagi ya? Ya, sering-sering keluar ruangan, curi-curi pandang ke arah ruangan cowok yang gue suka. Kalo papasan jadi grogi.”
“Ups!” Dania baru sadar kalo dia ‘berkicau’ gimana tingkahnya kalau di depan Iqbal, “Mati gue! Ketauan deh…!”
Iqbal bicara lagi, “Mmm… gitu ya…?”
Dania jadi heran, lalu dia bertanya, “Kenapa emangnya? Mmmm… Aku tau… kamu lagi suka sama orang kantor ya?” Dania menggoda Iqbal.
“Iya,” jawab Iqbal singkat.
Dania tergelitik ingin bertanya siapa yang dia suka, tapi ditahannya… takut kecewa… Tapi, tanpa ditanya, Iqbal melanjutkan, “Aku lagi suka sama seseorang. Aku juga grogi kalo papasan sama dia. Pernah sekali lirik-lirikan singkat. Hehehe.. kaya’ ABG ya.” Iqbal terkekeh.
Dania diam, gak tau harus komentar apa.
Lanjut Iqbal lagi, “Mmm… kamu gak pengen tau siapa orangnya?”
Dania kaget, lalu cepat-cepat menjawab, “Pengen sih… tapi, kalo kamu mau cerita sama aku, ntar juga kamu sebutin sendiri tanpa aku tanya.” Itu yang keluar dari bibir Dania, tapi dalam hatinya, “Siapa sih dia, Bal? I’m so jealous.”
“Mmmm… aku juga sering keluar masuk ruanganku, biar bisa liat dia. Kali-kali dia lagi mondar-mandir di luar ruangannya. Tapi, sayang, dia lebih sering di dalam ruangannya.”
Dania menoleh, dan langsung membuang muka ketika sadar, Iqbal tengah menatapnya. Dia jadi jengah… sedikit takut juga… “Duh… gue hanya berdua di sini… “
“Makanya aku bilang kamu sombong.”
“Hah?” Dania menoleh cepat ke arah Iqbal… tak mengerti maksudnya…
“Aku pengen kenal kamu… tapi kamu cuek banget… dingin…”
“Kamu mau ngomong apa sih, Bal?”
Iqbal berdiri, lalu berjongkok di depan Dania… Menatap tepat ke bola mata Dania, menggenggam jemarinya lembut… Dania makin dag dig dug… “Apa ini?” katanya dalam hati.
“Aku mau bilang… orang kantor itu… kamu… Dania…”
“Hah?” Dania cuma bisa diam… bingung… dan belum sempat bereaksi apa-apa ketika Iqbal meraih kepalanya dan hampir saja mengecup ubun-ubun Dania… ketika…
Gubrak…
Dania terjatuh dari kursinya…
“Hah???”
Dania kaget… menyadari dia masih berada dalam ruangannya… bukan di dalam lift bersama Iqbal…!!!
Tatapan heran Pak Indra dan Pak Danu mengikuti gerakan Dania yang bangkit karena terjatuh dari kursi.
“Kamu tidur ya?” kata Pak Indra keras.
“Ma’af. Pak.”
“Damn!!!”
06.01.24
(bukan mau nyontek adegan ‘Andai Dia Tahu’)