ceritaceritaku

my stories... my dreams... my imaginations....

Daisypath Ticker

Monday, January 01, 2007

Pindah 'Rumah'

Mulai 1 Januari 2007, blog gue resmi 'pindah' ke justanotherstories.blogspot

Ahh... begitu banyak keluh kesah, cerita, curhat, mungkin air mata yang bercucuran di blog lama gue ini...

Bolak-balik gue utak-atik, gue ganti template-nya, gue tambahin aksesoris biar cakep. Isinya mulai dari review buku, film, cerpen iseng-iseng, cerita jalan-jalan, detik-detik menjelang pernikahan, puisi, lirik lagu, macem-macem deh...

Koq jadi sedih? Masih sering bakal gue tengokin juga koq... Gila... gue sok melankolis begini, rasanya kaya' mau pisah sama temen, kaya' mau ngapain aja... Padahal cuma ganti alamat blog aja koq...

hehehe... posting ini adalah posting ke 308.

Mari... pindah dulu ya...

Labels:

Sunday, December 31, 2006

Best Books for Year 2006 – My Version

Menutup posting di tahun 2006, gue bikin list buku apa aja sih yang meninggalkan sedikit jejak di otak dan hati gue. Entah, karena ceritanya yang emang bagus, tokohnya yang ‘mengena’ di gue, atau karena ada sesuatu dari buku itu yang bikin gue ‘berpikir’.

Ini nih daftarnya:

1. The Secret Life of Bees (Sue Monk Kidd)
Cerita tentang Lily, gadis berkulit putih yang menelusuri jejak masa lalu sang ibu yang sudah meninggal. Dia sayang banget sama pengasuhnya yang berkulit hitam, sementara di sekitarnya masih memandang perbedaan ras.

2. The Kite Runner (Kholeid Hosseini) - ma’ap kalo salah nulis.. lupa soalnya.
Kata orang, buku ini bagus banget dan bikin air mata bercucuran. Emang bagus dan touchy, tentang persahabatan yang diiringi beribu penyesalan. Gak bikin gue sampe nangis Bombay, tapi… tetap, satu kalimat yang melekat, sederhana tapi menyentuh. “Untukmu keseribu kalinya…” Huaaaa…

3. Snow Flower (Lisa See)
Lagi tentang persahabatan yang gak happy ending. Tapi, di buku ini bertaburan kalimat indah, yang ditulis Lily dan Bunga Salju di lipatan kipas.

4. Embroideries – Bordir (Marjane Satrapi)
Novel grafis pertama yang gue baca. Emang gambarnya gak menarik, gak kaya’ komik Jepang yang gambarnya kocak meskipun hitam putih, atau komik yang warna-warni, tapi, ceritanya lucu, “rumpian” khas ibu-ibu

5. Babyville (Jane Green)
Chicklit tentang 3 perempuan yang punya bayi dengan alasan yang berbeda. Bikin gue sadar, kalo punya anak itu, at least bikin rencananya aja, butuh tanggung jawab yang besar.

6. Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken (Jostein Gaarder)
Huaaa… pengen punya perpustakaan kaya’ Bibbi Bokken

7. Brokeback Mountain (Annie Proulx)
Jangan liat atau menilai cerita ini dari segi yang aneh, jangan liat dari “pelaku”nya, tapi liat how deep their love is… Sukses bikin gue hampir menangis… sedih banget… Tapi, jangan nonton filmnya, bikin il-feel.

8. Gods in Alabama (Joshilyn Jackson)
Ngajarin gue untuk berdamai dengan masa lalu, apalagi seandainya masa lalu itu banyak “cacat”, banyak kebohongan dan berbagai kesalahan.

9. 1st to Die – Perkara Pertama (James Patterson)
Buku James Patterson pertama yang gue baca. Dan sanggup untuk membuat gue dag-dig-dug sepanjang bacanya, bisa bikin gue penasaran abis, dan bikin gue jadi penggemar buku-buku beliau ini.

10. By The River of Piedra, I Sat down and Wept – Di Tepi Sungai Piedra, Aku Duduk dan Menangis (Paulo Coelho)
Buku pertama Paulo Coelhoe yang sanggup gue baca sampai habis, dan lumayan bisa gue mengerti. Cerita ini gue baca ketika gue sedang dalam masa-masa gundah dalam hubungan percintaan gue, dan, gue cukup mendapat ‘pencerahan’ setelah baca buku ini. Cinta butuh pengorbanan dan banyak pilihan, tapi ketika keputusan sudah diambil, semua itu ada hikmahnya…

Labels:

Friday, December 29, 2006

[Book Review] Siapa Bilang Kawin Itu Enak?

Siapa Bilang Kawin Itu Enak?
Tria Barnawi
GPU, September 2006
176 Hal.

Hmmm… bener-bener judul buku yang bikin orang mengerutkan kening? Gimana nggak? Ada beberapa kemungkinan nih.

(1) Kalo dibaca sama orang yang baru mau married, yang terlintas mungkin, “Aduh… ada apa dengan kawin?” Jangan-jangan malah bikin jadi batal kawin atau yaa.. bikin rencana sedikit berantakan karena ‘parno’.

(2) Dibaca sama pengantin baru… jawabannya: “Rasain aja sendiri… Mau tauuuuu aja…”

(3) Pengantin lama… mungkin bilang, “Anak muda… tau apa sih soal kawin?”

Tapi, yang pasti, baca buku ini bikin gue terkikik-kikik sendiri. Gimana nggak… sebagai pengantin baru… gue hanya bisa mengangguk-angguk penuh arti melihat beberapa kemiripan beberapa cerpen dalam buku ini. Koq bisa ya? Ternyata, permasalahan semua orang hampir sama. Seperti dalam cerita “Siapa Bilang Kawin Itu Enak?” Mulai dari ngurusin undangan, didandanin dari subuh, acara adat yang ribet dan lama, plus, acara salam-salaman ke tamu yang banyak – yang belum tentu semuanya kenal.

Buku ini dibagi dalam lima bagian, yang masing-masing menggambarkan fase-fase dalam hubungan antara sepasang kekasih menjelang pernikahan, di awal-awal pernikahan, di tengah-tengah dan ketika ‘kejenuhan’ mulai datang.

Di buku ini, ya.. maklum sih, karena penulisnya perempuan, ‘benar-benar’ menggambarkan sosok perempuan yang emang kadang susah untuk dimengerti. Gimana sensitifnya perempuan untuk masalah-masalah yang sebenernya sepele. Misalnya, berharap si cowok bisa ngerti maksud yang tersirat tanpa harus dikasih penjelasan sama si cewek. Seperti di cerita “Lamarlah Aku Seperti Mereka”.

Tria Barnawi gak hanya berkeluh kesah tentang cowok yang gak peka. Tapi, juga ‘membongkar’ perilaku pengantin baru dalam menyesuaikan diri dengan pasangannya. Kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah ‘mendarah-daging’ jadi hal yang mengganggu ketika sudah menikah. Seperti dalam kisah “Di Kamar Tidur”, menceritakan suami yang protes dengan kebiasaan istrinya yang tidur menghadap tembok. Atau, dalam menyesuaikan diri dengan selera makan pasangan seperti dalam cerita “Ketika Lidah Jadi Masalah”.

Secara keseluruhan, cerita dalam buku ini menarik, menyegarkan. Kalo buat gue, buku ini adalah buku “Men are from Mars, Women are from Venus” dalam bentuk ‘baru’, dalam versi humor. Dan, cukup lengkap menggambarkan kehidupan para pasangan muda. Mau yang ngambek, gregetan, yang sensitif gak jelas, cemburuan, sok romantis… bahkan rasa bosan juga ada…

Di akhir buku ini, gue bahkan bisa tersenyum dan berkata dalam hati, “I’ve been there”… hehehe.. and jadi kawin itu enak gak?

Labels:

Thursday, December 28, 2006

Bad Connection

Dua hari kemarin, internet jadi bolot banget. Pertama ngerasa waktu pagi-pagi hari rabu. Seperti biasa, begitu dateng ke kantor, yang dilakukan adalah, ngecek email, buka internet explorer and browsing-browsing. Semangat dong, masih pagi, sepi.. jadinya mau update blog dulu. Di awal, masih lancar, masih bisa bayar macem-macem via internet banking.

Kira-kira jam 9, lho...lho.. koq, lambaaatttt banget... bolak-balik di-refresh, tapi tetap lama.. dan berbuntut 'The Page cannot be displayed'. He? What happened? Gue pikir karena server kantor lagi down.

Seharian, gak bisa connect ke internet, gak terima email dari selain orang kantor. Hmmm... kaya'nya emang lagi gak boleh 'main', harus konsentrasi kerja nih... :)

Lalu, besok paginya, baru gue denger radio, kalo ada gempa di Taiwan, yang mengakibatkan rusaknya kabel di bawah laut. (Gue gak ngarti...)... dan itu bisa mengakibatkan putusnya koneksi internet yang ngebenerinnya makan waktu berminggu-minggu.

Ok, deh... dan ternyata hari kamis (28/12/2006), internet juga masih gak bisa... pasrah... bengong-bengong aja di waktu istirahat.

Tapi, hari ini... ahhh... terangnya dunia... udah bisa browsing lagi... bisa update blog lagi, bisa nyari-nyari gambar lucu lagi.

Ternyata... cannot live without internet... (hiperbola mode: On)

Foto dari: http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2006/12/061227_asia.shtml



Labels:

[Book Review] The Templar Legacy

The Templar Legacy (Warisan Templar)
Steve Berry
Esti Ayu Budihabsari (Terjh.)
GPU, November 2006
528 Hal.
Rp. 65,000
Mulai baca: 25/11/2006 (di Hotel Saphir, Jogja)
Selesai baca: 26/12/2006 (di rumah, Cibubur)

Misteri yang melingkupi kematian Yesus masih menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar cerita fiksi - sejarah. Dilatarbelakangi dengan sejarah tentang ksatria Templar yang sudah musnah di abad ke 14.

Cerita diawali dengan penyiksaan ketua ksatria Templar, Jaques de Molay oleh Raja Philips IV. Inilah awal dari runtuhnya kejayaan ksatria Templar. Tapi, ternyata meskipun mereka dianggap sudah tidak ada, masih ada sisa-sisa prajurit yang setia, yang masih bertahan hingga saat ini. Salah satunya berada di Biara de Fointainess, Pyrénées.

Kiri: Jaques de Molay; Kanan: Philips IV


Cerita bergulir ke masa tahun 2000an. Di Kopehagen, Stephanie Nell datang ke sebuah pelelangan buku langka yang dianggap tidak menarik. Tapi, ternyata buku itu terjual dengan harga yang sangat tinggi. Hanya dua orang yang memperebutkan buku tersebut. Stephanie tidak mendapatkan buku itu. Tapi, selain Stephanie dan si pembeli buku tersebut, masih ada pihak lain yang tertarik dengan buku itu, yang berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara termasuk membunuh.

Peta & Gambar Bagian Dalam Round Tower

Cotton Malone, mantan bawahan Stephanie ketika masih menjadi agen lapangan Departemen Kehakiman. Malone pensiun dini dan menjadi pedagang buku antik di Kopenhagen. Melihat mantan boss-nya dalam bahaya, Malone tidak tinggal diam.

Sementara itu, di saat yang sama, di Biara de Fontainnes, sang Ketua sedang sekarat, meregang nyawa. Kepada sang seneschal, ia meninggalkan pesan-pesan untuk menjaga keutuhan biara dan ordo Templar. Tapi, ketika sang ketua tiada, Raymond de Roquefort, salah seorang biarawan segera mempengaruhi biarawan lainnya untuk memilihnya sebagai ketua. de Roquefort berambisi untk mengembalikan kejayaan ordo Templar.

Oleh karena itu, de Roquefort berusaha merebut buku dan jurnal suami Stephanie, Lars Nell, yang meneliti tentang sejarah Templar. de Roquefort berusaha menemukan Rancangan Besar yang masih menjadi misteri itu. Buku yang jadi rebutan itu ternyata berisi tentang misteri harta karun dan pengetahuan rahasia para ksatria Templar.


Pilar Visigoth


Berbagai misteri pun terungkap. Fakta-fakta sejarah yang selama ini jadi pertanyaan dan menimbulkan banyak perdebatan, pelan-pelan mulai mendapat titik terang. Kejar-kejaran antara kubu Cotton Malone dan kubu de Roquefort menambah ketegangan. Setiap saat nyawa mereka bisa jadi taruhannya. (note: gak tau kenapa sedikit terganggu dengan tokoh Cassiopea)


Gereja di Rennes-le-Chateu

Bérenger Saunière


Beberapa bagian sejarah dalam buku ini, menurut Steve Berry, memang benar adanya. Meskipun ada bagian yang dikembangkan dan dimodifikasi. Seperti Biara de Fontainness yang merupakan biara rekaan Steve Berry. Yang menarik lagi, adalah tempat-tempat yang dikunjungi Cotton Malone and the gank.

Tentang Rennes-le-Chateu bisa dilihat di http://www.rennes-discovery.com/

Foto-foto diambil dari:

http://www.visit-copenhagen.com/ (round tower & peta)
http://www.gramedia.com/ (cover buku)
http://en.wikipedia.org/wiki/ (Foto Jaques de Molay & Philips IV)


Labels: , ,

Wednesday, December 20, 2006

[25.11.2006] Last Day in Jogja

Hari ini kita pulang ke Jakarta. Pagi-pagi, beres-beres koper lagi. Masuk-masukin semua barang yang gak terpakai lagi. Hmmm.. biasa deh, setiap mau pulang, selalu kesulitan untuk beresin koper. Selain karena barang yang bertambah, juga karena males beres-beresnya. Males pulangnya. Masih betah liburan. Sambil beres-beres, pesanan bakpia-nya dating satu kotak. Kita sengaja mesen ekstra 3 kotak kosong, buat naro barang-barang lain yang gak bisa masuk koper.

Setelah sarapan, dianter Pak Katman, kita kembali ke tempat jualan gudeg di Wijilan, mau beli gudeg buat dibawa ke Jakarta. Setelah beli gudeg, kita kembali ke hotel. Beres-beres koper lagi. Kita udah minta untuk late check out. Jadi paling lambat, jam ½ 3 paling lambat udah harus keluar kamar.

Jam 2, setelah barang beres, kita langsung minta room boy untuk bawa barangnya ke bawah. Karena pesawat kita baru berangkat jam 6, jadilah kita jalan-jalan dulu ke Mal Ambarukmo lagi, naik becak. Tapi, kali ini bukan sama Pak Katman, karena beliau lagi narik.

Di Mal Ambarukmo lagi ada acara promo motor apa gitu. Bintang tamunya Aca sama Irwansyah – yang nyanyi soundtrack film Heart. Banyak ABG di sana.

Karena merasa belum punya ‘sesuatu’ untuk diri sendiri oleh-oleh dari Jogja, akhirnya, kita mampir Gramedia, dan ‘menghadiahkan’ diri kita sendiri untuk beli buku. Gue beli buku The Templar Legacy (Warisan Templar) dan beberapa postcard bergambar lukisan orang-orang Jogja Tempo Doeloe.

Jam ½ 4 kita balik ke hotel. Duduk di lobby hotel. Baca-baca aja buku yang baru kita beli. Tapi, koq ngantuk.

Jam ½ 5 kita dianter ke airport. Sampai airport langsung check-in. Mmm.. membandingkan bandara Adi Sucipto sama Soekarno-Hatta… well.. jauh banget. Tapi, gak bisa juga ya dibandingin.

Di ruang tunggu, rame banget. Dan yang bikin gue sebel, banyak kursi kosong, tapi setiap mau didudukin, orang di sebelahnya bilang, “Sorry, ini kursi temen saya.”, atau ada yang ditempatin koper, tapi orangnya entah ke mana, dan yang paling nyebelin lagi, gue udah dapet tempat duduk, pas gue lagi baca, tiba-tiba ada bapak-bapak dateng dan bilang, “Ma’af, ini kursi saya.” Langsung gue tinggal, dengan tampang sewot. Gak ada nama-nya kalo itu kursi dia

Pesawat rada delay sebentar. Dan ternyata, kita satu pesawat sama Aca – Irwansyah dan rombongannya. Waktu di pesawat, sempet ngelewatin daerah berawan. Pesawat sempet terguncang naik-turun beberapa detik, dan bikin gue ‘parno’.

Pesawat mendarat dengan mulus di Soekarno-Hatta. Nunggu barang sebentar. Dan kita pulang naik taksi ke rumah.

Sampai rumah, langsung bagi-bagi oleh-oleh dan istirahat. Berangan-angan bisa jalan-jalan lagi ke tempat lain.

Labels:

Tuesday, December 19, 2006

1 Bulan Pertama

Sudah satu bulan berlalu sejak pernikahan gue dan bagus. Hmmm… apa yang berbeda? Biasanya tidur sama mama & maya, sekarang tidur sama suami. Berusaha beradaptasi dengan segala kebiasaanya yang selama ini gak gue ketahui.

Di hari-hari pertama, gak berasa kalo kita udah nikah. Masih kaya’ pacaran. Termasuk gaya kita kalo lagi ribut, marahan dan bertengkar.

‘Kegiatan’ baru gue di pagi hari:
- bikin teh
- kalo sempet nyiapin sarapan… tapi, my hubby suka gak mau makan roti, dia maunya nasi!
- Karena suami gue biasanya berangkat siang, jadi gue pergi duluan, gue akan mencium tangan dia, plus pipi kiri-pipi kanan.

‘Kegiatan’ baru di malam hari:
- nyiapin termos untuk minum
- ngeluarin keranjang baju kotor
- ‘ngomel’ kalo kamar berantakan

Pengertian dan sabar.. wuih… itu kali ya, harus diutamain. Kadang banyak kebiasaan dia selama ini yang bikin gue kesel. Begitu juga, dengan kebiaaan lama gue yang kadang bikin suami gue marah. Kadang buntutnya jadi ribut-ribut kecil. Berbesar hati untuk mengakui kesalahan, kadang jadi hal yang sulit, karena meskipun kadang gue belakangan sadar kalo gue salah, gue tetap mau ngambek duluan, berharap suami gue gak panjang keselnya… meskipun kadang gagal..hehehe..

Soal anak.. hmmm.. baru sebulan, udah bolak-balik banyak yang nanya, “Udah hamil belum?” Kadang gue kaget dengan pertanyaan itu, seolah setiap yang abis nikah, ‘dituntut’ untuk segera hamil. Gue gak ngotot untuk segera hamil. Kalau emang gue ‘dinyatakan’ siap dan diberkahi untuk hamil, gue akan sangat bersyukur.

Tapi, satu yang bikin gue nyaman banget. Ketika gue lagi down, ada seseorang yang akan memeluk gue, yang akan menenangkan hati gue.

Orang bilang, pengantin baru yang usianya belum lewat 40 hari, masih akan berasa manis seperti madu, tapi setelah lewat… hmmm… barulah dimulai ‘kehidupan baru’ yang sebenarnya.

Gue selalu berdoa, semoga rumah tangga gue selalu berada dalam keadaan penuh cinta kasih, kedamaian, ketenangan dan kasih sayang…

[Book Review] If Only It Were True

Photobucket - Video and Image Hosting

If Only It Were True (Andai Ia Nyata)
Mark Levy
Gramedia, November 2006
272 Hal.

"Yang akan kukatakan ini tidak mudah dimengerti, mustahil dipahami, tetapi kalau kau bersedia mendengarkan ceritaku, kalau kau mau menaruh keyakinan padaku, barangkali akhirnya kau akan percaya. Dan itu sangat penting karena tanpa kausadari, kau satu-satunya orang di dunia dengan siapa aku dapat berbagi rahasia ini."

Gak akan ada yang bisa percaya kalo manusia bisa jatuh cinta sama hantu. Malah bukan hantu, tapi setengah hantu. Sosok yang belum meninggal, masih koma, tapi udah ‘gentayangan’. Paling nggak, Arthur sendiri yang mengalaminya gak percaya kalau dia bisa melihat ‘makhluk halus’ yang cantik.

Arthur adalah seorang arsitek yang baru pindah apartement, tiba-tiba suatu malam dikagetkan dengan sesosok perempuan yang ‘bertengger’ di lemarinya. Hampir dia kira perempuan itu gila, kalau saja perempuan itu gak cepat-cepat menunjukkan buktinya. Dan, kebalikannya malah Arthur yang dikira gila oleh orang-orang di sekelilingnya karena sering terlihat bicara sendiri.

Perempuan itu, adalah Lauren, seorang calon dokter dengan masa depan yang cemerlang. Sosok yang ceria, penuh percaya diri, giat bekerja dan keras kepala. Di suatu pagi yang menjanjikan keceriaan, dalam perjalanan akhir pekan, Lauren mengalami kecelakaan hebat. Mobilnya hancur, dirinya sempat dinyatakan meninggal, sebelum akhirnya jantungnya tiba-tiba berdenyut kembali.

Serangkaian operasi dijalankan, tapi, malah mengakibatkan koma yang panjang bagi Lauren. Enam bulan Lauren seolah sadar tapi hanya di dalam tubuhnya. Ia ‘berlatih’ untuk berpindah tempat, dan akhirnya sampailah ia ke apartemennya.

Mereka berdua ternyata bisa menjalani pertemanan yang aneh itu. Arthur mulai percaya dengan sosok Lauren. Sampai akhirnya, mereka harus dihadapi pada kenyataan bahwa rumah sakit tidak mau lagi menanggung biaya pengobatan Lauren yang tidak pernah menampakkan kemajuan.

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Dibantu Paul, rekan sekerjanya, Arthur nekat ‘menculik’ Lauren dari rumah sakit dan membawanya ke rumah masa kecilnya di Carmel.

Di sanalah, sambil mengenang masa kecil dan sosok sang ibu, Arthur menyadari ia mencintai Lauren.

Tapi, gimana selanjutnya? Ketika polisi mencium adanya penculikan di rumah sakti. Apa tetap membiarkan tubuh Lauren terkapar di ruang bawah tanah tanpa perawatan yang berarti, atau mengembalikannya ke rumah sakit? Detik-detik yang berlalu menjadi amat sangat berharga dalam kebersamaan mereka.

Nice love story. Harus segera nonton versi layar lebarnya – Just Like Heaven.

Photo from:
http://www.carmelcalifornia.com/

Labels:

Monday, December 18, 2006

[24.11.2006] Parangtritis

Kunjungan kita hari ini adalah Pantai Parangtritis. Abis terus terang kita bingung mau ke mana lagi. Mau ke Borobudur… kejauhan.. Ke Prambanan.. juga gitu.. Kaya’nya Bagus gak terlalu berminat. Tadinya kita mau ke Pantai Depok, masih daerah Parangtritis juga. Di sana ada tempat lelang ikan. Jadi, kita bisa beli dan langsung dimasak di sana. Kaya’ di Muara Karang kali ya. Tapi, karena menuju ke sananya susah kalo gak ngerti jalan, jadi atas saran Pak Katman, sebaiknya gak usah ke sana.

Sebelum pergi kita di-briefing sama Pak Katman. Dikasih tau harus naik bis yang mana aja. Terus, rutenya ke mana. Pak Katman diajakin gak mau. Masih trauma katanya gara-gara gempa dan tsunami kemarin.

Ya udah, dari depan hotel, kita naik bisa menuju terminal. Di terminal kita ganti bisa yang langsung menuju Parangtritis. Lama juga nunggu bis-nya jalan. Karena gak banyak yang naik dengan tujuan arah Parangtritis. Pertama, karena bukan hari libur, kedua, menurut kabar, emang sekarang jarang yang mau ke Parangtritis.

Akhirnya, setelah kursi terisi beberapa, bis-nya berangkat juga. Perjalan ke Parangtritis lumayan jauh. Di tengah jalan emang banyak penumpang yang naik, terutama anak-anak yang baru pulang sekolah. Cuaca lumayan panas. Di daerah Bantul, terlihat beberapa rumah penduduk yang rusak karena gempa. Di antaranya ada yang masih terpasang tenda di depan rumahnya, sementara nunggu rumah mereka lagi dibangun kembali.

Sampai di Parangtritis, penumpang hanya tinggal kita berdua.

Photobucket - Video and Image Hosting

Di sekitarnya, suasana bisa dibilang sepi dan hening. Gak enak banget rasanya. Kaya’ bukan tempat wisata. Warung-warung di pinggir pantai memang buka, tapi ya itu sepi pengunjung. Hanya ada beberapa gelintir orang aja, termasuk kita berdua, dan sepasang turis Jepang.

Photobucket - Video and Image Hosting

Sepi.. itu deh kesan pertamanya. Kita nyewa andong untuk bolak-balik sepanjang Parangtritis. Angin bertup kencang. Ombak juga cukup besar. Kaya’nya beda banget sama Pantai Kuta. Kalo Pantai Kuta sepertinya lebih ‘bersahabat’, lebih ‘ceria’ karena banyak orang. Warna airnya lebih biru jernih. Bisa menarik orang untuk sekedar main-main di pantai. Tapi, kalo Parangtritis, liat dari jauh aja ada kesan yang ‘menakutkan’. Mungkin karena pengaruh mitos ‘Ratu Pantai Selatan’ kali ya. Tapi, yang jelas, ngeliat airnya yang warna hijau gelap dan ‘tebal’, lalu ombak yang besar, sama sekali gak menunjukkan kesan ‘bersahabat’. Malah yang ada merinding ngeliat air yang begitu. Kata kusir andong, biar pun dekat ke pinggir pantai, air yang warnanya gelap itu lumayan dalam. Benar-benar sunyi senyap, hanya ada suara debur ombak.

Photobucket - Video and Image Hosting

Setelah puas memandang laut, kita duduk di salah satu warung, pesen mie bakso. Sambil istirahat. Tapi, ternyata mie baksonya gak enak. Rasa baksonya kaya’ bakso udah kadaluarsa.

Jam 12an kita bergerak pulang. Naik bis lagi menuju terminal. Di perjalanan, duh.. ngantuk banget. Bolak-balik tertidur. Perjalanan yang panjang bikin mata ini susah dikompromikan. Dari terminal, kita balik lagi ke hotel. Beli makan siang dulu di… Kentucky… again!!

Lalu, kita makan di kamar sambil nonton tv dan beres-beres. Istirahat dulu.

Malamnya, kita jalan ke mal ambarukmo, naik becak lagi. Mal ini kaya’nya mal yang paling besar di Jogja. Dan, sepertinya sih baru buka. Isinya hampir sama dengan yang ada di Jakarta. Ada Carrefour, bread talk, centro, gramedia, macem-macem deh. Bioskop 21 juga ada.

Foodcourt-nya juga berisi makanan-makanan yang biasa ada di Jakarta, tapi kita makan di solaria aja. Pengen santai-santai dikit.

Balik ke hotel. Packing koper dan oleh-oleh yang bikin bingung gimana bawanya, karena besok kita sudah harus balik ke Jakarta lagi.

Labels: