ceritaceritaku

my stories... my dreams... my imaginations....

Daisypath Ticker

Thursday, June 22, 2006

Bouquet Throw Away

Dua minggu yang lalu, gue dateng ke resepsi pernikahan temen kantor gue di daerah Ancol. Pestanya bergaya international.

Waktu ada acara pelemparan bunga, tentunya cewek-cewek (dan beberapa cowok… ??!) yang single ikutan berbari di depan pelaminan… berharap dapat salah satu bunga yang dilempar, yang katanya, kalo dapet bunga itu artinya kita bakalan segera menyusul si pengantin.

Well.. gue sih ikutan gara-gara pengen seru-seruan aja. Gak berharap dapet. Apalagi cewek yang berdiri di depan gue badannya tinggi dan lumayan gede.

Pas bunga udah dilempar, ada bunga yang jatuh pas di sebelah gue. Dan pas gue nunduk mau ambil, entah karena kedorong orang di depan or samping gue, gue pun terjatuh (duh.. jangan-jangan ada yang mikir, gue begitu niatnya untuk ngambil bunga itu…). Tapi, karena gue jatuh, gue berhasil ngambil bunga itu.

Dan ternyata ‘perjuangan’ gue belom selesai. Gue masih harus tarik-tarikan sama seorang cowok!! Gue pikir, gue tarik-tarikan sama anak kecil. Tapi, pas anak kecil itu udah ngelepasi bunga itu. Eh, masih ada cowok yang narik bunga itu. Huh, gue gak mau kalah dong sama cowok itu. Gue tetap bertahan dengan megang tangkainya, sementara si cowok narik-narik kuntum bunganya.

Akhirnya si cowok itu ngelepasin bunga itu. Alhasil, bouquet bunga gue gak utuh lagi.

Pake ada acara naik ke panggung untuk yang ngedapetin bouquet bunga buat foto bareng pengantin. And surprise-surprise… salah satu dari kita (yang dapeti bouquet) akan dapat hadiah dari pengantin. Setelah diliat-liat, hanya satu bouquet yang ada mawar merahnya… dan itu bouequet gue!!

Hehehe… dan akhirnya gue dikasih amplop dari si pengantin… isinya lumayanlah…!!

Pas gue turun dari panggung, gue ‘diserbu’ fotografer dan gue diminta bergaya sambil menunjukkan bouquet dan amplop angpao. Tiba-tiba, si cowok yang tadi rebutan bunga sama gue itu, nyeletuk dengan sewot ke gue, “Harusnya kan saya yang dapet..” Gue nyahut aja, “Kan tadi jatoh. Gak ada yang megang.”
Heran gue… tuh cowok koq sewot banget…

Dan hasilnya, di kantor.. jadi heboh gara-gara gue dapet salah satu bouquet… hehehe…

06.06.20

Thursday, June 15, 2006

[CumaCeritaPendek] Katakan Cintamu…

“Ayo dong, Dion, kita daftar ikutan ‘Katakan Cinta’,” rengek Kendra dengan manja.

Dion menatapnya lalu berkata dengan nada segan, “Mau ngapain sih ikut acara begituan? Mau numpang ngetop?”

Kendra cemberut, keningnya berkerut. Sebal mendengar perkataan Dion. “Kenapa sih, dari tadi kamu nyela aku terus? Kalo kamu gak mau ikutan, ya udah… aku tinggal cari cowok lain yang bersedia,” ancam Kendra.

Dion ingin tersenyum melihat tingkah Kendra yang manja, tapi ditahannya, takut gadisnya itu ngamuk lagi. “Aku tuh cuma tanya, kenapa juga kita harus ikut acara itu. Kita kan udah jadian, gak perlu lagi acara ‘tembak-menembak’ kaya’ gitu.”

Masih manyun, Kendra menjawab, “Ya, iya sih.. salah satunya biar ngetop gitu, deh. Tapi, yang penting kan hadiahnya, Honey. Lumayan lho, kalo terpilih jadi ‘Pejuang Favorit’.”

Dion mendengar ocehan Kendra dengan setengah hati.

Perbedaan ‘kasta’,” begitu kata Dion dalam hati, setiap dia berusaha mengerti sikap Kendra. Bukan karena masalah status keuangan, tapi karena perbedaan umur yang cukup jauh. Dion adalah mahasiswa tingkat dua. Bisa dibilang lumayan ganteng dan menjadi incaran mahasiswi di kampusnya. Itu yang membuat sikap Kendra jadi cemburuan dan manja. Sementara itu, Kendra sendiri masih duduk di kelas 2 SMU.

“Dioonnn… kamu dengerin aku gak sih?” teriak Kendra, sambil mencubit lengan Dion.

Dion kaget, tersadar dari lamunannya. Gelagapan Dion menjawab, “Eh…ehh… iya. Jadi gimana, Sayang?”

Pertanyaan Dion disambut dengan rajukan Kendra, “Hu-uh… dari tadi aku ngoceh, ternyata dicuekin aja sama kamu!”

“Ahhh…” Dion mendesah dalam hati, lalu menjawab, “Aku bukan gak denger, cuma masih sedikit belum ngerti.”

“Kamu setuju gak kita ikutan acara itu?”
“Buat apa sih, Ke? Dan gimana caranya?”
“Gampang… kita kan tinggal pura-pura aja. Aku udah pikirin semua skenarionya.”
“Terus, gimana daftarnya?”
“Itu gampang juga, kebetulan papa Manda, kerja di rumah produksi acara itu.”

Dion menjawab sambil menggaruk kepalanya, “Kamu atur aja deh, nanti aku tinggal ikutin aja skenario kamu itu.”

Kendra tersenyum lebar, “Kemenangan ada di pihakku.” Saking senangnya, buru-buru dia memeluk Dion sambil berseru, “Nahhh… gitu dong, Sayang!”

Selama seminggu, tiada hari tanpa pembicaraan tentang acara ‘Katakan Cinta’. Dion sampai bosan mendengarnya. Sementara Kendra tetap antusias.

“Sayang, aku udah daftarin kita berdua lho. Aku udah kasih foto kita. Rencananya…” Kendra membuka lembaran buka hariannya yang warna-warni itu, “Rencananya kita…”

Ketika tahu Dion tidak bereaksi, Kendra menarik komik Detektif Conan yang sedang dibaca Dion.

“Aduh, Ke…!” kata Dion gusar, “Kamu kan liat aku lagi baca!”
“Kamu juga tahu aku lagi cerita kan?” balas Kendra tak kalah galak.
“Aku tahu… aku dengar.. Kamu lagi membahas usul kamu yang konyol itu!”
“Oooo… jadi gitu… sekarang kamu bilang konyol. Katanya kamu kan udah setuju, Di.”

Kendra mulai cemberut, sebentar lagi matanya berkaca-kaca, menahan kecewa dan minta diperhatikan.

“Ya, kejadian lagi deh. Gini nih, kalau pacaran sama anak SMU.” Meski mengeluh, ada rasa sesal dalam hati Dion sudah membuat Kendra merajuk. “Ma’af ya, Ke… tapi sikap kamu yang berlebihan bikin aku jadi senewen.”

Kendra diam, menunggu Dion membujuknya lagi. Dan Dion tahu, dia harus terus membujuk Kendra biar tidak keterusan ngambeknya. “Kamu cerita lagi, deh Ke… pelan-pelan, biar aku lebih ngerti… “

Dengan gaya masih sok ngamek, Kendra bercerita, “Jadi, menurut skenario yang aku udah bikin, ceritanya kita tuh udah putus, tapi kamu masih sayang sama aku…”

“Masih sayang? Gak perlu skenario yang aneh, memang aku masih sayang sama kamu kan, Ke?” Dion memotong cerita Kendra.

“Duhhh… Dionnn…!” Kendra setengah berteriak kesal, “Denger dulu sampai selesai, dong!”

“Ok…ok… lanjut deh.” Dion terkikik melihat Kendra marah-marah.

“Terus, kamu tuh pengen balik lagi sama aku. Jadilah, kamu minta bantuan Tesha untuk ngajak aku ke tempat kita jadian.”
“Ngapain kita harus ngajak Tesha?” tanya Dion menyebut nama adiknya yang juga sahabat Kendra itu.
“Ya, iya dong… kamu perlu perantara untuk ngajak aku ke sana. Aku masih sedih karena putus sama kamu dan kamu mau bikin surprise buat aku.”

Dion manggut-manggut mendengar penuturan Kendra.

Kendra masih terus bicara, “Lalu…. di Amazon Café itu, kamu udah nyiapin acara makan malam yang romantiissss banget. Candle light dinner,” Kendra berkata sambil tersenyum-senyum sendiri, “Nanti, ceritanya aku, kaget ngeliat kamu di sana… terus… kamu bilang deh, gimana perasaan kamu sama aku…. Kamu bilang, kalo pengen balik lagi sama aku.” Kendra tersenyum puas menutup penjelasannya. “Gimana? Ok kan, Sayang?” tanya Kendra.

Dion takjub mendengar rencana Kendra. “Gila….” Hanya itu yang keluar dari mulut Dion.

“Koq gila sih? Aku yang gila atau rencananya yang gila?”
“Dua-duanya…” Melihat Kendra siap-siap melancarkan aksi manyunnya, Dion buru-buru meralat, “Ups.. bukan gitu, Ke… Rencana kamu hebat koq…” Lalu, Dion bertanya dengan gaya sok serius, “Tapi, kenapa harus aku yang ngajak kamu balik? Kenapa gak ceritanya kamu yang masih sayang banget sama aku?”

“Ihhh… gengsi dong… Emang aku cewek apaan?”
“Kan gak pa-pa, Ke?”
“Gak mau ah… Kesannya aku yang pengen banget balik sama kamu. Gengsi dong…”
“Lho.. Emansipasi dong, Sayang…. Lagian nih, kalo ‘pejuang’nya itu cewek, orang-orang bakal lebih gampang jatuh hati, kasihan sama kamu. Peluang kamu jadi ‘Pejuang Favorit’ jadi lebih besar.”

Kendra diam, terlihat berpikir, lalu manggut-manggut, “Iya juga ya…” Lalu, dia menggamit tangan Dion, “Kamu emang pinter banget deh, Sayang…. Besok aku akan kasih tahu Manda untuk bilang ke papanya kalo aku ngerubah skenario. Mmuaaachh…” Kendra menghadiahkan sebuah kecupan di pipi Dion.

- - -

Salah satu sudu Amazon Café terlihat sibuk. Sekelompok orang terlihat sedang mengatur lampu, memeriksa perlengkapan kamera, pelayan café sibuk mempercantik sebuah meja. Di sudut lain, di satu ruang kerja, tampak seorang gadis sedang didandani oleh penata rias.

Sementara, di sudut kota Jakarta, seorang pemuda bingung memilih baju yang ada di lemarinya. Baju-baju bertebaran di atas tempat tidur. Kelihatan sekali pemuda itu gugup.

- - -

Kendra asyik mematut dirinya di depan cermin. Wajahnya sudah cantik. Gaun malam yang cantik juga sudah membalut tubuhnya. Seulas senyum menghias wajahnya, puas dengan penampilannya.

Diraihnya telepon selular yang ada di tasnya, lalu ia menelepon seseorang yang ditunggunya malam itu. Tapi, buru-buru dimatikan teleponnya. Ia hampir lupa dengan peraturan yang ia buat sendiri.

Dua hari yang lalu, Kendra minta Dion untuk tidak menghubunginya dan tidak bertemu dengannya. Kata Kendra, “Biar pas ketemu, kita bener-bener kangen, dan seolah bener-bener lagi memedam rindu gitu

- - -

Dion memasuki Amazon Café dengan gugup. Ditemani Tesha, ia melangkah dengan ragu-ragu. Menurut Kendra, ia harus bersikap santai, seolah tidak tahu apa-apa. Begitu sampai di dalam dan bertemu Kendra, ia harus berpura-pura kaget dan memasang tampang aku-tidak-mengerti-dan-sangat-kaget.

Sementara di dalam, Kendra juga sudah bersiap-siap, segera setelah menerima telepon dari Tesha yang mengabarkan kedatangan Dion.

Kesibukan di dalam Amazon Café pun dimulai. Semua berada dalam posisinya masing-masing. Kendra berdiri tidak jauh dari lobby, agak tersembunyi, sambil memegang sebuah boneka beruang kecil. Suasana café sangat tenang, malah cenderung sunyi. Pengunjung lain seolah mengerti akan apa yang sedang terjadi. Bahkan mereka menunggu moment bersejarah itu dan memberi Kendra semangat. Kendra berusaha bersikap setenang mungkin, meskipun jantungnya berdetak lebih kencang dari yang seharusnya.

Ketika Dion memasuki café agak gelap itu, disambut alunan lagu ‘Ijinkan Aku Menyayangimu’-nya Iwan Fals.

Andai kau ijinkan
walau sekejap memandang
kubuktikan kepadamu
aku memiliki rasa


………

“Duh, koq, bisa-bisanya Kendra milih lagu ini?” Dion melangkah masuk, sementara matanya mencari sosok Kendra.

Tiba-tiba, lampu menyala, menerpa wajah Dion. Dion sempat tersentak kaget. Lebih kaget lagi melihat ternyata begitu banyak orang yang berdiri di sekitar area itu. Kendra muncul dari balik kerumunan itu.

Dion terhenyak memandang Kendra yang begitu cantik, dan berkata dalam hati, “Gila, ternyata Kendra serius banget nyiapin ini.”

Dino melangkah dengan wajah yang kebingungan dan tegang. Persis seperti yang diharapkan Kendra.

Kendra berhenti, tepat di depan Dion yang masih menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Kendra langsung menyapa Dion, dengan tatapan malu-malu dan penuh rindu.

“Dion….”
“Kendra…”

Lalu keduanya terdiam. Kendra masih tetap dengan senyumnya, berhenti sejenak, menata suasana hatinya.

“Dion… aku sengaja minta Tesha ajak kamu ke sini. Kamu pasti ingat banget kan, ini tempat bersejarah kita.”

Dion hanya mengangguk.

Kendra menarik napasnya, lalu melanjutkan, “Aku sedih banget waktu kita harus putus. Padahal aku masih sayang banget sama kamu. Aku nyesel karena lebih milih orang lain dibanding kamu. Tapi, aku juga cemburu liat kamu dekat-dekat sama temen kuliah kamu. Kamu jadi kaya’ gak ada waktu lagi buat aku.”

Dion mendengar penuturan Kendra, “Bisa banget sih, Kendra ngarang beginian.”

Kendra masih bicara, “Tapi, ternyata aku salah. Kamu masih tetap yang terbaik untuk aku. Aku pengen kita balik lagi, Di. Seperti dulu. Aku kangen banget sama kamu. Aku masih sayang banget sama kamu.”

Kamera silih berganti menyoroti wajah Kendra dan Dion, merekam ekspresi wajah mereka. Kendra begitu menghayati perannya sebagai gadis yang ingin kembali dengan mantan pacarnya, sementara Dion lumayan pas berperan jadi pemuda yang kebingungan. Dion bingung dalam artinya yang sebenarnya tanpa harus akting.

“Aku sengaja minta bantuan Tesha untuk ajak kamu ke sini. Ke tempat kita jadian dulu. Bahkan aku udah atur makan malam di meja yang sama ketika kamu bilang sayang sama aku.”

Kendra menggenggam tangan Dion dengan hangat, meremasnya dengan penuh kerinduan. Dari tadi, Dion belum mengucapkan sepatah kata pun selain menyapa Kendra.

“Sekarang, Di… aku pengen denger jawaban kamu. Apa kamu mau menerima aku lagi?”

Dion gelagapan. Kendra belum selesai.

“Di tanganku, ada boneka beruang kecil. Kamu ingat Momo kan? Ini Momo, boneka beruang kecil yang kamu kasih ke aku.” Sejenak Kendra diam, bersiap-siap dengan ‘tembakan’ terakhirnya, “Kalau kamu terima permintaanku, kamu ambil Momo dengan tangan kanan kamu. Kalau kamu tolak, kamu ambil dengan tangan kiri.”

Giliran Dion yang harus bicara, memberi jawaban. Semua diam… tegang menunggu jawaban Dion. Termasuk Kendra, meskipun ia tahu ini semua hanya rekayasa.

Lama Dion terdiam… mengulur waktu… membangkitkan rasa penasaran orang. Beberapa orang mulai tak sabar, ada yang berseru, “Ayo, jawab dong!”

Pelan-pelan, seolah terdengar koor, yang berseru, “Terima… Terima… Terima…!”

Kendra menatap Dion dengan penuh harap. Sementara Dion masih diam.

Tiba-tiba, dengan perlahan tapi pasti, tangan Dion terulur. Mulut Kendra terbuka… Dion mengambil boneka itu dengan tangan kiri!

Kendra kaget, dari mulutnya terdengar suara, yang lebih mirip desis tak percaya, “Dion…??? Koq…???”

Kendra menatap Dion tak percaya, ia bertanya lagi, “Kamu kenapa? Kan gak seharusnya begini?” Meskipun berbisik, suara Kendra terdengar jelas karena pengeras suara. Kilatan bening mulai tampak menggenang di mata Kendra.

Kali ini Dion bersuara, ia menjelaskan semua dengan suara mantap.

“Ma’af, Ke, semuanya gak berjalan seperti yang kamu mau. Dua hari kita gak bicara, gak ketemu, membuat aku berpikir. Ternyata, tanpa kehadiran kamu, aku merasa lebih nyaman.”

Kendra terhenyak. “Apa maksud kamu? Kamu udah gak sayang sama aku? Kamu udah punya pacar baru? Kamu selingkuh?” Pertanyaan Kendra terlontar bertubi-tubi.

“Nggak, Ke, aku gak punya pacar baru. Aku sayang sama kamu. Tapi, kadang aku gak tahan dengan sikap manja kamu. Buat aku, terlalu berlebihan. Aku harus selalu nurut sama kamu, kalo gak kamu akan marah… ngambek… nangis… Aku pengen kamu jadi sosok yang lebih dewasa, meskipun kamu manja.”

Kendra mulai menangis, dan hanya bisa berkata, “Kamu jahat, Dion. Kenapa kamu memilih mengatakan ini semua justru di saat sekarang? Kamu sengaja bikin aku malu.”

“Ma’af, Ke. Ma’afin aku, Kendra.”

- - -

Dion menatap foto Kendra di kamarnya. Dion tersenyum, ada kelegaan terpancar di wajahnya.

Sementara itu, Kendra berbaring telungkup di ranjangnya. Matanya sembap. Di buku hariannya, ia menulis,

Kenapa Dion tega banget sama aku? Aku udah bilang ke semua temenku untuk nonton acara ini kalo udah tayang. Nyebelin banget…!!

Jangan-jangan Dion emang udah punya pacar baru. Huh… pasti cewek-cewek centil di kampusnya. Huh… awas, deh… aku akan selidiki kamu, Dion!

Mmm… besok aku harus bilang sama Manda, minta dia bilang sama papanya kalo, aku pengen ikutan acara H2C, aku mau nyelidikin Dion! Biar aku bisa masuk tv lagi…!”

06.05.09

[Book Review] Misteri Air Mata Jerapah (Tears of the Giraffe)

Misteri Air Mata Jerapah (Tears of the Giraffe)
Alexander McCall Smith
Bentang, Cet.1 - April 2006
398 Hal.

Hati Mr. J.L.B. Matekoni, pemilik Tlokweng Road Speedy Motors sedang berbunga-bunga. Gimana nggak, malam sebelumnya Precious Ramotswe, pemilik Kantor Detektif No. 1, satu-satunya detektif wanita di Botswana, menerima lamarannya. Ya, buku ini diawali di hari setelah Mma Ramotswe resmi bertunangan dengan Mr. J.L.B. Matekoni.

Kesibukan sebagai pasangan yang baru bertunangan pun muncul. Mulai dari memilih cincin pertunangan, sampai memikirkan masalah tempat tinggal setelah mereka menikah nanti., apakah tetap di Zebra Drive atau pindah ke rumah Mr. J.L.B. Matekoni. Belum lagi ditambah dengan pelayan Mr. J.L.B. Matekoni yang merasa kehadiran Mma Ramotswe akan mengancam tuannya dan juga keberadaan dirinya.

Nama Mma Ramotswe sendiri mulai dikenal sebagai detektif yang handal. Kalau di buku Kantor Detektif No. 1 (The No. 1 Ladies’ Detective Agency) ada beberapa kasus-kasus ringan yang ditangani Mma Ramotswe, maka di buku kedua ini, hanya diceritakan satu kasus yang cukup rumit yang ditangani Mma Ramotswe. Mma Ramotswe diminta oleh Ny. Curtin, warga negara Amerika, untuk mencari Michael, putranya yang hilang sepuluh tahun yang lalu.

Benar-benar suatu hal yang tidak mungkin, paling tidak itulah yang dikatakan Clovis Anderen, penulis Prinsip-Prinsip Penyelidikan Swasta, buku panduan yang dimiliki Mma Ramotswe.

Penyelidikan ini membawa Mma Ramotswe ke Silokwela dan Buluwayo, tempat kunci pemecahan masalah ini.

Mma Ramotswe kali ini tidak bekerja sendiri. Dalam kasus perselingkuhan istri Mr. Badule, Mma Ramotswe menyerahkan kasus ini ke asistennya, yang tak lain adalah Mma Makutsi yang selama ini bekerja sebagai sekretarisnya.

Tampaknya Alexander McCall Smith ingin memberi clue untuk buku selanjutnya. Di buku ini banyak disebut-sebut tentang moral. Nah, buku ketiga dari seri The No.1 Ladies’ Detective Agency ini berjudul Morality for Beautiful Girls (Moralitas Bagi Gadis-Gadis Cantik).

Lalu, apa arti Misteri Air Mata Jerapah yang jadi judul buku ini. Karena kalau dicari sepanjang buku ini, gak ada tuh disebut-sebut soal ‘air mata jerapah’. Nah, jawabannya akan ditemukan di akhir, ketika semua kasus selesai dan semua orang pun berbahagia.

Terjemahan di novel ini bagus, tapi satu kritik, cover-nya biasa banget dan warnanya gelap. Hanya gambar leher jerapah. Beda banget dengan cover buku aslinya yang colorful.

06.06.12

[Book Review] Aku dan si Penyair Palsu (Bad Heir Day)

Aku dan si Penyair Palsu (Bad Heir Day)
Wendy Holden
GPU, Cet.1 - June 2006
Hal.

Maksud hati sih, ingin jadi asisten seorang penulis yang terkenal. Dengan harapan, suatu saat nanti ilmu tulis-menulis akan ditularkan oleh sang penulis. Tapi, apa daya, terjadi miscommunication antara Anna, si calon asisten, dengan Cassandra, penulis best-seller.

Anna gembira sekali ketika mendapat lamaran yang ditempelkannya di papan pengumuman perpustakaan akhirnya mendapat jawaban, tidak tanggung-tanggung yang memanggil adalah Cassandra, novelis terkenal itu. Tadinya, Anna sempat ragu-ragu, tapi, ketika Seb, pacarnya mencampakkannya, tanpa pikir panjang, Anna langsung menerima tawaran bekerja di rumah Cassandra.

Ketika berada di rumah Cassandra, tidak ada tanda-tanda sedikit pun, Anna akan diajari tehnik-tehnik menulis. Malahan, Cassandra memberinya pekerjaan sebagai Nanny, pengasuh anaknya, Zak yang nakalnya ampun-ampunan dan menjadi pengurus rumah. Ok… Anna sempat berpikir, mungkin ini hanyalah sebuah awal untuk menjadi asisten penulis.


Tapi, lama-lama, harapan itu sepertinya semakin jauh dari kenyataan, bahkan Cassandra pun tidak pernah terlihat menulis. Cassandra hanya sibuk mabuk, sibuk memikirkan persaingan antar orang tua untuk saling pamer kekayaan di St. Midas, sekolah Zak, dan sibuk bertengkar dengan suaminya, Jett, mantan penyanyi rock terkenal yang sedang mengurus album comeback­­-nya dan yang mata keranjang.

Harapan untuk pergi tiba-tiba datang, ketika Anna bertemu dengan Jamie, bangsawan Skotlandia. Kencan-kencan kecil berlangsung beberapa kali, Jamie pun melamar Anna dan mengajak Anna pindah ke kastilnya di Skotlandia.

Ternyata, title bangsawan tidak menjamin Anna jadi bahagia. Jamie, sang tunangan, lebih sering mengurus perbaikan kastil daripada memikirkan hari pernikahan mereka. Ternyata, Jamie punya maksud tertentu di balik pertunangannya dengan Anna.

Di tengah kegalauan, Anna bertemu dengan seorang penyair bernama Robie MacAskill. Tapi, Robie ini pun menyimpan rahasia, sampai Anna berpikir, adakah yang jujur, tanpa maksud-maksud tertentu?

Seperti chicklit-chicklit lainnya, ceritanya termasuk lucu, kocak. Tapi, satu yang mengganjal di novel ini, koq kesannya Anna benar-benar harus selalu tergantung sama para cowok. Putus dari Seb, jadi nanny di rumah Cassandra, lalu berhasil ‘melarikan diri’ ikut Jamie ke Skotlandia… terus… berharap dibawa lari lagi sama Robbie..

Wendy Holden sepertinya senang menyoroti tingkah laku orang-orang kaya, selebritis yang senang pamer dan gak mau kalah sama sesama orang kaya, yang akhirnya terkesan norak dan lucu. Selain itu, Holden juga suka bercerita tentang suasana pedesaan yang gak kalah ‘nyentrik’ dengan perkotaan. Seperti di novelnya yang lain, yaitu Pastures Nouveaux – yang menceritakan tentang bintang film yang sok ngetop dan pengen banget tinggal di pedesaan karena menganggap itu adalah trend terkini di antara para seleb.

06.06.16

[Iseng-Iseng] Arti Di Balik Nama

Dapet email di milis Chic-ers, tentang arti di balik nama, iseng-iseng gue coba. Dan hasilnya:

:: Ferina :: You are ruled by a sense of duty and punctuality. You never put off doing writing a letter or doing a job. You never avoid doing necessary tasks. You always finish what you have started, and never think of doing a job you can’t complete. Precise and methodical, you insist on getting a job done perfectly and on time. You never consider having fun where there is work to do.

:: Rina :: You are intellectual and humanist. You insist on reading only the best books and never avoid helping friends who are in trouble. You keep on telling people that humanity is basically good. Peoples like you look forward to living in a peacefull world ruled by intelligence and harmony.

Hmmm… kalo diliat dari artinya, lebih mendekati kalo gue pake nama ‘Rina’ dibanding ‘Ferina’.

06.06.12

[Book Review] Eat, Drink and Be Married

Eat, Drink and Be Married
Eva Makis
Black Swan, 2004
317 Hal.

Kalau baca buku ini, yang terbayang sekilas adalah film ‘My Big Fat Greek Wedding’. Iya, buku ini berkisah tentang keluarga keturunan Yunani yang berimigrasi ke Inggris. Anna, tokoh utama yang jadi narator di buku ini, adalah remaja yang sedang mengalami masa-masa transisi. Menurut Tina, sang Ibu, sudah waktunya Anna untuk menemukan pendamping, keturunan Yunani yang suka kaya, bukan ‘marmalade eater’, begitu sebutan Tina untuk orang Inggris. Tapi, sebenarnya Anna punya cita-cita untuk masuk universitas, dan belajar hukum. Anna juga dijaga ‘ketat’ oleh ibunya.

Masalah bukan hanya itu, Keluarga Papamichael mempunyai restoran fish and chips. Dan setiap hari, mereka harus berhadapan dengan pelanggan yang gak mau rugi atau yang suka bikin onar. Atau tetangga yang selalu protes hanya gara-gara masalah klakson mobil yang katanya mengganggu mereka.

Cerita tidak hanya bergulir di sekitar keluarga Anna, tapi juga keluarga bibinya, Aunt Roulla, Aunt Maria, sang nenek, Yiayia Annoulla, dan juga kakaknya, Andy yang pacaran dengan sahabatnya sendiri, Heather.

Merasa tertekan karena sikap Tina, Anna sering mencari ketenangan dengan berbicara dengan Yiayia. Yiayia punya kemampuan ‘spiritual’, seperti meramal atau sedikit ‘guna-guna’. Sesekali diselingi flashback, ketika keluarga Papamichael masih tinggal di Yunani, ketika Papuo - kakek Anna masih hidup, atau ketika mereka harus menghadapi peperangan di negara mereka. Ternyata, Tina yang keras dan maunya mengatur itu, dulunya juga ‘pemberontak’ dan menolak dijodohkan dengan laki-laki pilihan ibunya.

Suatu kejadian yang dialami Maria, sepupunya, merubah sikap Tina yang akhirnya sadar untuk memberi sedikit kebebasan untuk Anna.

[CumaCeritaPendek] GEDE RASA

Beberapa hari belakangan ini, Melisa tampak gelisah, resah dan bingung. Ternyata oh ternyata, penyebabnya adalah karena Bogy, si murid baru yang lumayan ganteng dan imut sering memperhatikannya. Kebetulan dari tempat duduk Bogy yang di pojok belakang, Bogy dapat dengan leluasa menoleh ke arah Melisa.

Karuan Melisa jadi salah tingkah. Melisa mulai jadi lebih mempercantik dirinya. Yang rambutnya dibandolah, dikuncir pakai pita-pita cantik warna-warnilah, yang dikepang dua, dikuncir ke samping. Macam-macam deh. Melisa pikir, “Bogy harus melihat sisi wajah terbaikku.” Alah… Melisa… Melisa…

Karena Bogy tidak memberikan aksi dan reaksi, lama-lama Melisa mulai mikir, “Koq, dia adem-ayem aja sih?” Mulailah Melisa berencana untuk membuat aksi lebih dulu.

Setiap pagi, Melisa sengaja menunggu di bangku samping kelasnya, dan menyapa, “Hai, Bogy” ketika Bogy lewat. Tapi, yang disapa hanya membalas dengan senyum sekilas.

Melisa masih teguh-kukuh-berlapis-baja. Maju-terus-pantang-mundur. Ketika tahu Bogy lupa membawa buku pelajaran matematika, Melisa dengan baik hati dan semanis mungkin meminjamkan bukunya. Tapi, Bogy menolak, katanya, “Aku bisa bareng Iman.” Sambil menunjuk teman sebangkunya.

Melisa jadi penasaran. Karena dia tahu (merasa tepatnya), Bogy masih selalu memperhatikannya dengan diam-diam.

Akhirnya…terungkaplah sebuah jawaban. Melisa melihat Bogy duduk berdua dengan Kayla, teman sekelas mereka juga. Barulah Melisa sadar, kalau selama ini, Kayla-lah yang diperhatikan Bogy, bukan dirinya. Kayla teman sebangkunya.

Thursday, June 01, 2006

[Book Review] Cinlok. Accidentaly in Love?!

Cinlok. Accidentaly in Love?!
Mia Arsjad
GPU, Mei 2006
256 Hal.

Menjadi reporter di POP CHANNEL adalah impiam Shani. Makanya begitu dapat surat bahwa Shani diterima di POP CHANNEL, Shani langsung semangat. Meskipun tanpa dukungan penuh dari tunangannya, Rey, Shani tetap berangkat.

Hari-hari Shani sebagai reporter baru dijalaninya dengan menyenangkan, karena dia bertemu dengan teman-teman baru dan mendapat pengalaman baru. Tapi, sikap Rey yang gak suka kalau Shani pulang malam dan terlalu sibuk jadi hal yang mengganggu. Ditambah lagi, sikap salah satu kameramen yang menyebalkan, Eri. Buat Shani, Eri itu gak ada cakep-cakepnya dibanding tunangannya, Rey. Kata Shani, Eri itu kucel, dekil, jahil.

Tapi, bener apa kata orang tua, kalo sebel sama orang jangan keterlaluan, nanti kena batunya. Itu juga yang dialami Shani. Meskipun suka saling cela-celaan, koq lama-lama Shani jadi kangen sama celaan Eri, kangen sama sikapnya yang cuek tapi kadang perhatian. Bahkan cemburut ketika Via, pegawai magang, menggoda Eri habis-habisan. Rasa sebel berubah jadi rasa suka dan sayang. Shani harus berjuang keras melawan perasaan lain yang tumbuh di hatinya.

Hubungan jarak jauh, seringnya tugas barena, bikin perasaan Shani ke Eri jadi makin berkembang. Perasaan Shani jadi terombang-ambing. Antara rasa sayang dengan Eri yang ternyata juga punya perasaan yang sama, dengan rasa sayang terhadap Rey yang sikapnya semakin lama semakin menuntut Shani untuk memilih antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya.

Pada akhirnya, Shani harus membuat pilihan meskipun menyedihkan. Hmmm… rasanya ‘Kenangan Terindah’-nya Samson cocok nih buat soundtrack novel ini.

Paling nggak, pesan yang ingin disampaikan novel ini ok juga buat jadi renungan – jangan pernah ngebandingin orang

[Book Review] Metamorphosa Oase

Metamorphosa Oase
Retni SB
GPU, Mei 2006
248 Hal.

Bunga, Zerlin dan April adalah tiga sahabat yang saling mengenal ketika sama-sama menempati satu rumah kost. Cerita diawali ketika mereka bertiga akan merayakan delapan tahun persahabatan mereka. Meskipun punya latar belakang yang berbeda, keceriaan dan kebersamaan mengisi hari-hari mereka.

Bunga, adalah bekerja di perusahaan farmasi bagian promosi. Di antara mereka bertiga, bisa dibilang yang paling sensitive. Zerlin, bekerja di perusahaan periklanan. Zerlin adalah tipe perempuan kosmopolitan, harus selalu tampil gaya, penggemar kehidupan after hours, dan April, bisa jadi yang paling nyentrik, adalah pekerja seni – pemain teater, penulis novel.

Tapi, dibalik keceriaan mereka, sebenarnya mereka adalah perempuan-perempuan yang kesepian, yang mendambakan seorang lelaki untuk mengisi rasa sepi itu.

Dan ketika akhirnya para lelaki itu datang, kisah persahabatan mereka malah di ambang kehancuran.

Adalah Aria, yang pertama mengusik Bunga. Aria adalah laki-laki dari masa lalunya yang sempat membuat hidupnya hancur. Kembalinya Aria dalam kehidupan Bunga, membuatnya takut akan hancur untuk kedua kalinya.
Sementara itu, Zerlin, berusaha keras menarik perhatian seorang Nandaz, laki-laki yang dikenalnya karena mobil mereka bertabrakan.

Lalu, ada Made yang diam-diam membuat hati April jadi tidak menentu.

Tapi, gimana jadinya kalau di antara mereka malah menyukai laki-laki milik sahabatnya? Haruskah mereka mempertahankan rasa suka mereka tapi menghancurkan persahabatan mereka, atau, mereka harus menekan rasa di hati mereka demi menjaga perasaan masing-masing?

Secara tidak langsung, novel ini terkesan berpusat pada Bunga, karena sepertinya lebih banyak latar belakang Bunga yang dijelaskan secara detail.

Novel ini juga jadi pemenang kedua lomba penulisan novel Metropop.