ceritaceritaku

my stories... my dreams... my imaginations....

Daisypath Ticker

Sunday, August 20, 2006

[Just A Thought] Someone...

Ketika seseorang
Tempat kita berbagi
Justru jadi seseorang
Yang membuat kita sedih

Pantaskah rasa kecewa itu ada?

Ketika seseorang
Tempat aku bersandar
Justru jadi seseorang
Yang membuat ku sakit

Pantaskah ada rasa sesal?

06.08.21

[Just A Thought] Sabar

Sebenarnya...
Sampai di mana batas sabar manusia?
Ketika ia dihina,
dicaci,
dihujat,
haruskah tetap diam?

Sebenarnya...
Sampai kapankah sabar itu
adanya?

06.08.20

Saturday, August 19, 2006

[Book Review] The Ivy Chronicles

The Ivy Chronicles

Karen Quinn
C| Publishing, Cet. I – Juni 2006
446 Hal.


Hidup Ivy Ames hancur dalam satu hari. Dijegal rekan kerjanya sendiri hingga akhirnya dipecat, dan ketika tiba di rumah, Ivy mendapati suaminya sedang berselingkuh dengan istri orang yang membuatnya dipecat!

Tanpa pekerjaan, tanpa suami, dan hanya mengandalkan uang pesangon yang semakin menipis, Ivy harus meninggalkan kehidupannya yang mewah. Ia harus pindah dari kawasan elit ke daerah pinggiran, ia harus memindahkan sekolah anak-anaknya.

Untung ada Faith, sahabatnya yang selalu setia memberi pandangan yang menguatkan Ivy. Ivy membuka usaha konsultasi untuk orang tua yang ingin memasukkan anak-anak mereka ke taman kanak-kanak pilihan. Mau masuk TK aja butuh konsultasi? Well, para orang tua yang kaya raya itu, gak mau anak-anak mereka masuk ke TK lapis kedua apalagi lapis ketiga. Anak-anak mereka harus masuk ke TK yang bisa jadi jalur masuk ke perguruan tinggi favorit!!

Dan jadi konsultan itu, gak semudah bayangan Ivy. Para orang tua itu punya keinginan yang kadang gak melihat kondisi anak mereka yang sebenarnya. Orang tua yang menganggap anak mereka serba sempurna. Belum lagi, anak-anak mereka yang kadang susah banget diaturnya. Belum lagi acara suap-menyuap dengan jumlah uang yang menggiurkan, uang dengan jumlah yang bisa mengembalikan Ivy dan anak-anaknya ke kehidupan mereka yang dulu.

Gak hanya pusing memikirkan usaha konsultasinya, Ivy juga terlibat cinta lokasi dengan dua orang pria, tetangga barunya. Satu pria yang usianya jauh lebih muda dari Ivy – Philip - seorang penulis yang katanya membuat Ivy jadi sumber insipirasinya. Satu lagi, pria pemilik toko roti, Michael, yang dewasa, yang membuat Ivy jadi lebih nyaman.

Ceritanya sendiri cukup menyegarkan, tentang perjuangan seorang single mom. Tapi… hmm… ending-nya, Hollywood banget… Waktu Ivy mau ngomong ke Michael yang marah, pengunjung toko roti itu ikut-ikutan kasih semangat, ikut-ikutan ngomporin Ivy. Duh… jadi gak romantis gitu… Ya, seperti di film-film komedi romantis itu. Ketika semua orang harus ‘terlibat’ dalam urusan percintaan mereka. Mm… kaya’ Failure to Launch.. itu film terakhir yang aku tonton dengan adegan mirip dengan kisah Ivy.

Friday, August 18, 2006

[Movie Review] My Super Ex-Girlfriend

Moral story dari film ini: Jangan pernah main-main sama Super Hero! Gitu kali ya, pesan sepintas dari film komedi ini.

Jenny Johnson (Uma Thurman), cewek dingin dan rada kaku, seorang seniman yang kerja di gallery, awalnya males banget diajak kenalan dan ngopi bareng sama Matt [Luke Wilson]. Tapi, pas Matt berusaha ngejer copet yang ngambil tasnya, Jenny langsung luluh.

Dan buntutnya, mereka berdua jadian, meskipun Matt gak menganggap hubungan mereka serius. Tapi, Jenny bener-bener jatuh cinta sama Matt. Buntutnya terungkap kalo Jenny adalah G-Girl, super hero cewek.Matt harus benar-benar menjaga rahasia ini.

Tapi, ternyata Jenny alias G-Girl adalah cewek yang pencemburu berat. Jenny cemburu sama Hannah, teman sekantor Matt. Malah, waktu lagi marah, Jenny sampe mecahin kaca mobil Matt.

Tentu aja Matt jadi parno dong, ngeliat tingkah Jenny yang suka gak terkontrol itu. Dan, akhirnya, Matt memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jenny. Dan ternyata, gak semudah itu, Jenny menerima keputusan itu. Jenny mengancam akan membuat hidup Matt jadi susah.

Bener aja, begitu tau Matt pacaran sama Hannah, Jenny ngelempar hiu (hidup!!) ke dalam apartemen Hannah.

Seperti juga Super Hero yang lain, G-Girl juga punya musuh, yaitu Bedlam. Bedlam yang punya nama asli Barry ini adalah temen sekolah Jenny. Mereka berdua dulunya adalah dua orang yang dianggap ‘Loser’ sama temen-temen mereka, mereka berdua juga deket banget dan saling suka. Sampai one day, pas lagi berduaan, mereka berdua liat batu, mmm… meteor kali ya jatuh di dalam hutan. Jenny nekat menyentuh batu itu, dan sejak saat itulah, Jenny jadi berubah. Punya kekuatan super, dan penampilannya pun jadi lebih cantik dan seksi. Jenny jadi incaran cowok-cowok di sekolahnya dan ngelupain Barry. Barry ini rupanya dendam sama Jenny, dan dialah satu-satunya orang yang tau gimana caranya menghilangkan kekuatan super G-Girl.

Matt mau menerima tawaran Bedlam untuk ‘menghancurkan’ G-Girl. Dan ternyata Bedlam ini masih memuja G-Girl.

Dan dengan alasan mau berbaikan lagi, Jenny diundang ke apartemen Matt. Tapi, makan malam itu jadi kacau balau dengan kemunculan teman-teman Matt. Dan, ada aja kejadian gak terduga, yang membuat semuanya berubah, dan tentu aja, happy ending buat semuanya.

Film ini gak mengekspos gimana kerja seorang super hero, karena emang lebih ke sisi romantisnya. Ternyata seorang Super Hero yang lagi patah hati, bisa juga jadi gak rasional.. hehehe…

[Just A Thought] Rahasia Hati

Bibir ini memang terkatup rapat
Bibir ini tak berucap kata

Tapi, di hati
Terangkai
Kata..
Curahan hati…

Di hati
Menari
Beribu cerita…

06.08.10

[Just A Thought] It’s All About…

It’s all about you…
How about me?


06.08.10

[Just A Thought] Jangan Bandingkan Aku dengan Mantan Kekasihmu, Sayang…

Bertemu pun aku belum pernah
Mendengar suaranya pun belum

Tapi, kamu minta aku jadi seperti dia…

Kamu sebut namanya
Hati ini sudah perih

Coba kamu bayangkan
Bagaimana goresannya
Ketika kamu sebut namanya?

Tolong,
Jangan bandingkan aku dengan mantan kekasihmu
Karena aku bukan dia
Dan aku tak kan pernah jadi seperti dia…

06.08.10

[Book Review] 1st to Die (Perkara Pertama)


1st to Die (Perkara Pertama)
Penulis: James Patterson
Penterjemah: B. Sendra Tanuwidjaja
Penerbit: GPU
Cetakan: II – Oktober 2004
Jumlah hal: 472

Pastinya udah telat banget dan ketinggalan jaman banget baru aku baca buku ini. Mungkin emang dulu, aku gak tertarik sama buku-bukunya James Patterson. Baru setelah baca beberapa lembar The Lake House yang ternyata lanjutan dari When The Wind Blows (Ketika Angin Bertiup), aku tertarik untuk baca 1st to Die (Perkara Pertama) yang katanya bercerita tentang 4 serangkai penyelidik perempuan.

Dan bener banget, bab-bab di buku ini yang pendek, membuat aku gak mau berhenti baca buku ini. Bikin penasaran banget dan pengen cepet-cepet menyelesaikan buku ini. Kesan pertamaku, buku ini asyik banget, gak membiarkan pembaca bernapas lega, karena di setiap akhir dari sebuah bab, selalu ada kalimat yang membuat penasaran dan bikin kita lanjut lagi ke bab berikutnya.

Inti dari cerita ini sendiri bisa dibilang cukup sadis, tentang pembunuhan 3 pasang pengantin baru. Ketiga pengantin baru ini dihabisi dengan cara yang bikin ngilu. Ciri-ciri ketiga pembunuhan itu sama, cincin kawin yang hilang dan ketiga pengantin perempuan mengalami pelecehan seksual

Detektif Lindsay Boxer dan Chris Raleigh ditugaskan untuk menyelidiki kasus ini. Di awal-awal, keduanya mengalami kesulitan dalam menemukan petunjuk dari bukti-bukti yang ada. Dibantu Claire, pemeriksa medis dan Cindy, wartawan kriminal, mereka berusaha mengurai petunjuk-petunjuk yang ada. Bahkan akhirnya, Lindsay, Claire dan Cindy membentuk kelompok penyelidik perempuan, dan Jill, seroang penuntut umum bergabung belakangan.

Bukti-bukti itu mengarah kepada seorang penulis terkenal, Nicholas Jenks yang memang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Nick pun ditangkap. Tapi, ternyata kasus ini belumlah selesai. Ada bukti-bukti baru yang justru mengungkapkan bahwa Nick tidak bersalah.

Jadi siapa pembunuh sebenarnya? Siapa yang masih ‘berkeliaran’ dan mengincar pasangan pengantin baru lainnya?

Pembaca seolah bakal di’jebak’ berkali-kali dengan kesimpulan yang muncul, sampai akhirnya kebenaran terungkap dengan tidak disangka-sangka.

Thursday, August 03, 2006

[Book Review] Night Over Water (Malam di Atas Lautan)

Night Over Water (Malam di Atas Lautan)
Ken Follet
GPU, Mei 2006
68 Hal.


Setelah hampir dua bulan, akhirnya selesai juga baca buku ini. Rada kecewa juga. Ketegangan yang aku pikir bakal mewarnai buku ini, ternyata gak ‘nendang’, gak berasa, justru yang terkesan buku ini penuh dengan affair antar sesama penumpang Clipper. Dan udah bener banget di sampul belakang buku ini dikasih label ‘Novel Dewasa’, karena memang banyak adegan-adegan 17 tahun ke atas, atau bahkan 25 tahun ke atas yang well… digambarkan dengan cukup detail.

Clipper, mungkin bisa disamakan dengan kereta api Orient Express. Pesawat yang megah yang dengan tujuan Inggris – Amerika atau sebaliknya, didesain untuk kenyamanan penumpang yang akan terbang selama 30 jam melintasi Samudera Atlantik. Clipper adalah pesawat milik Pan America. Harga tiketnya cukup mahal, dan memang layanan ini diperuntukkan untuk kalangan atas.

Cerita ini mengambil setting menjelang Perang Dunia, dan mengisahkan perjalanan Clipper yang penuh intrik-intrik di antara penumpangnya. Ada keluarga Oxenford yang melarikan diri dari Inggris untuk menghindar dari penangkapan karena keluarga ini menganut paham fasis. Dalam keluarga ini terjadi pemberontakan dari anak-anak perempuan Lord Oxenford – Elizabeth dan Margaret. Kedua anak perempuan ini hidup dalam tekanan dan kekuasaan ayah mereka. Menjelang hari keberangkatan, Margaret sempat melarikan diri namun gagal. Tapi, Elizabeth berhasil lepas dari kekuasaan ayah mereka dan menolak ikut ke Amerika.

Lalu, ada istri yang melarikan diri dari suaminya, Diana Lovesey. Diana lari dengan kekasih barunya, Mark Alder. Kemudian, ada kakak perempuan – Nancy Lenehan, yang mengejar adik laki-lakinya – Peter Lenehan, yang akan merebut tampuk kepemimpinan di perusahaan sepatu. Dibantu Mervyn Lovesey yang mengejar Diana, Nancy berhasil mencegat Clipper di tempat peristirahatan pertama. Ada lagi, Harry Vandepost alias Harry Marks, pencuri perhiasan yang bergaya. Ada profersor ahli nuklir yang melarikan diri, ada polisi dan tahanan yang berbahaya, ada bintang film bahkan ada anggota keluarga kerajaan.

Perjalanan yang seharusnya aman dan lancar menjadi kacau ketika Eddie Deakin, teknisi di pesawat itu mendapat telepon bahwa istrinya diculik dan penculiknya meminta Eddie mengatur agar Clipper mendarat darurat di tempat yang ditentukan.

Sebenarnya tidak ada penumpang yang merasa terganggu, karena memang tidak ada yang mengetahui kegelisahan Eddie, kecuali Tom Luther, penumpang yang menjadi penghubung Eddie dengan penculik istrinya. Eddie pun harus memutuskan apa yang terbaik yang bisa dilakukannya. Apakah tunduk pada pencuri, tapi mengorbankan kepercayaan kapten pesawat terhadap dirinya karena telah mensabotase bahan bakar, atau mengorbankan istrinya di tangan para penculik yang kasar.

Para penumpang tetap merasa nyaman, bahkan Harry Marks terlibat hubungan dengan Margaret Oxenford, sekaligus juga sibuk mencari kesempatan untuk mencuri perhiasaan milik Lady Oxenford, Mervyn Lovesey dan Nancy Lenehan yang berbagi kamar di dalam suite bulan madu terlibat affair, kecemburuan Diana Lovesey melihat Mark bercakap-cakap akrab dengan Lulu Bell, si bintang film.


















Di bagian-bagian awal setiap tokoh lumayan banyak mendapatkan porsi untuk ‘diperkenalkan’ kepada pembaca. Setiap tokoh utama digambarkan punya latar belakang sendiri kenapa mereka ‘ngungsi’ ke Amerika, selain karena masalah perang.

Baru di bab-bab terakhir, di pemberhentian terakhir, ketegangan memuncak. Ketika penculik datang membawa istri Eddie untuk ditukar dengan salah satu penumpang yang mereka kehendaki. Ternyata, anggapan Eddie kalau penculik itu mengincar Frank Giordano si pembunuh itu salah. Mereka sebenarnya mengincar orang lain.

Aku beli buku ini untuk ‘kenalan’ dengan gaya penulisan Ken Follet, sebelum baca ‘Pilar’ yang super tebal itu. Di buku ini, sepertinya Ken Follet menggambarkan Clipper dengan cukup rinci. Clipper sebenarnya bukanlah seratus persen pesawat terbang, bisa jadi ‘bersifat’ amphibi. Karena Clipper bukan mendarat di lapangan terbang, tapi di dermaga.

Latar yang jadi cerita dalam buku ini sebenarnya menarik, cuma ya itu… aku hanya gak bisa merasakan ketegangan yang ditawarkan.


photo source:
- book cover: Gramedia Online
- clipper: Pan America World Airways

Mimpi ‘Tsunami’

Gue dapet mimpi buruk lagi. Ini pasti parno gara-gara ramalannya Mama Lauren. Gue mimpi ini bukan malem-malem … malah udah pagi sepertinya, soalnya gue inget udah matiin alarm hp gue, terus gue tidur lagi.

Gue mimpi… gue ada di tengah jalan bareng temen-temen gue… kita tiduran di tengah jalan itu dengan posisi menyamping… terus, kita saling bergandengan tangan. Terus, gue sempet setengah duduk, dan ngeliat air yang pelan-pelan menyapu kita. Terus, gue cepet-cepet tiduran lagi, dan memperat pegangan gue sementara air yang deras banget melewati gue. Gue bisa ngerasain kalo orang yang gue pegang hampir kelepas, dan dalam hati gue berdoa semoga gue gak ikut hanyut.

Lalu, air surut… kita balik ke rumah masing-masing… tapi, pas kita udah di dalam rumah dan mau keluar lagi, kita liat air di mana-mana… kaya’ banjir gitu. Terus, ada yang teriak-teriak dari luar, nyuruh kita keluar karena belom ada yang boleh balik ke rumah. Akhirnya, kita dikumpulin di salah satu tempat aman dan dikasih makan minum yang enak… you what… gue minta double fish and chip!!! Abis ada daftar menu kaya’ di café… udah gitu, di meja gue ada empat orang, dan kita mesen makanan yang sama… sempet-sempetnya kita berdebat “Gak kreatif banget sih… nyontek aja bisanya!”

Hahaha… gue jadi mikir… jangan-jangan gue mimpi lagi gaul sebenernya… tapi, yang pasti… mungkin gue dikasih mimpi buruk, gara-gara gue matiin alarm pas adzan subuh… bukannya sholat… ehhh… gue malah tidur lagi…