ceritaceritaku

my stories... my dreams... my imaginations....

Daisypath Ticker

Wednesday, March 29, 2006

Interview with The Author of Nar'Kobar

First of all... sorry banget lho, kalo ada beberapa kesalahan dalam resensi... ya... saya kan manusia, bukan jin.

It’s OK. Aku juga ngoreksi cuma karena gatel aja kok. Udah kebiasaan dari sononya. Tapi kalo soal nama Pak Leo Lumanto, itu cukup fatal karena beliau selebriti dan kalo nggak salah ‘Sumanto’ adalah nama tokoh pemakan bangkai itu, kan? Jadi harus segera dikoreksi ... hehe..

Second.. di bawah ini, pertanyaan2 gak penting yang masih 'mengganjal' di otakku...

1. Siapa sih foto cewek di cover? Lena? dan siapakah yang jadi Lena itu?

Dia mantan cewekku yang ninggalin aku 2 tahun yang lalu. Hiks... hiks...
JK.. hehehe.. aku udah janji sama si Nar’Kobar untuk tidak mengekspos identitas cewek yang ada di foto itu. Pokoknya, just think of her as Lena (or maybe as yourself?). Tapi aku yakin suatu saat para pembaca bakalan tau siapa dia sebenarnya.

2. Dapet dari mana istilah-istilah 'ajaib', seperti niniping?

Ah, hanya imajinasi aja kok. Saat aku bikin istilah2 ini aku ngebayangin kata2 yang cocok dengan suatu kata tertentu sesuai dengan background culture aku. Pertama, aku ngebayangin pake kata itu dalam bahasa gaul sehari-hari.

Misalnya, dalam dialog untuk kata ‘gampusan’ dan ‘nipingan’.

Lena: ’Ih, gampusan banget sih loe?’
Aming: ‘Cut! Cut! Mana nipingan-nyaaaa?’

Kalo terasa enak dan pas di lidah, baru aku masukin ke naskah. Kalo nggak, ya... nyari lagi yang lebih ‘pas’. Soal istilah2 yang rumit seperti ‘Jiinayil Aq’lun’, ‘J’mar Kha’fziir’, memang sengaja, biar berkesan kuno, aneh, dan asing banget. Ide ini muncul dari pengalamanku dulu waktu kecil. Saat itu aku sering ngebaca buku2 silat model ‘Kho Ping Ho’, dsb. Saking sulitnya untuk menghafal istilah2 dalam bahasa Mandarin, aku sampe menghafalnya di luar kepala dan sampe sekarang aku masih ingat kata2 dan istilah2 tersebut, seperti misalnya: ‘Bhu phunsu Lukwanchu’, ‘Siaw Lim pay’, ‘Gobi pay’, ‘Iwe Kang’, ‘Sin Kang’, ‘Sintiaw hiaplu’, dsb. Padahal sampai saat ini aku belum tau apa sebenernya arti dari istilah2 tersebut karena aku ga ngerti bahasa Mandarin.

3. Dapet dari mana sejarah 'per-jin-an'?


Sejarah per-jin-an secara umum aku ambil dari Alquran, Hadis, dan berbagai sumber lainnya sebagai referensi, tapi soal detail-nya aku karang sendiri berdasarkan logika dan IPTEK yang ada.
Misalnya, menurut Alquran, bangsa jin diciptakan dari api sebelum manusia diciptakan. Kalau kita membandingkan dengan ilmu Astronomi, asal muasal alam semesta konon dari api yang maha panas yang terjadi saat ‘BIG BANG’ 15 milyar tahun yang lalu dengan suhu triliunan Celsius. Saat itu belum ada yang namanya ‘tanah’ (bumi pun masih berbentuk gas) sebagai cikal bakal penciptaan manusia. Kemungkinan saat itulah bangsa jin diciptakan. Mereka tinggal di kawasan pusat2 galaksi yang masih panas banget (Bangsa jin saat itu konon disebut dengan bangsa JAN).
Teori tentang bagaimana mereka berkembang biak menjadi berbagai ras adalah karanganku sendiri. Aku bikin teori itu karena aku belum menemukan referensi soal ini. Jangankan tentang bangsa jin, sampai saat ini pun belum ada tuh yang dapat menjelaskan mengapa manusia berkembang biak menjadi berbagai ras? Apakah saat itu Nabi Adam memiliki anak2 yang berbeda-beda ras (item, putih, kuning, merah) seperti sekarang? Atau apakah teori Abah Darwin yang bilang bahwa kita semua berasal dari monyet itu benar?

4. Terus... daftar istilah-nya kan banyak banget tuh, idenya dari mana? atau 'plesetan' seperti nama-nama di dalam bukunya?

Yup. Semua hanya rekaan aja kok. Dulu (waktu zaman kuliahan) aku sering ngebahas dan membuat teori ini itu tentang mereka (bangsa jin) dan tentang alam lain dengan teman2ku yang punya kemampuan supernatural. Mungkin ide2 ini muncul dari hasil obrolan2 tersebut. Atau bisa jadi dari hasil ’motivasi’-nya si Nar’Kobar? Entahlah.

Soal pelesetan, itu kan udah kerjaannya ‘ursun’ (urang Sunda)? Contohnya, aku ingat, waktu di SD, ada ‘tatarucingan’ seperti ini:

Tanya: Peuyeum apa yang paling menyedihkan?
Jawab: Peuyeumpuan dalam pasungan.
tanya: Jambu apa yang paling berisik?
Jawab: Jambueker!
Tanya: Piring apa yang paling berisik?
Jawab: Piringatan Tujuh Belas Agustus BAH!
Dst.
Bahkan aku curiga, konsep ‘pelesetan’ itu sendiri kayaknya diciptakan oleh ‘ursun’ (kalo bukan oleh grup srimulat). Mungkin bangsa Amrik juga belajar ilmu pelesetan dari bangsa kita. Asal usul budaya pelesetan Ini mungkin bisa dijadikan PR buat para linguist kita.

5. Banyak banget istilah yang mirip bahasa 'arab', gak takut nanti ternyata artinya nyerempet-nyerempet atau malah bertentangan dengan arti sebenarnya? gak takut dituntut? kali2 ada yang iseng 'meneliti' lebih jauh istilah dalam 'Nar'Kobar'.

Tenang! Bahasa Arab bukan bahasa keramat kok.. meskipun saat ini banyak juga umat Islam yang menganggapnya sebagai bahasa keramat karena Alquran diturunkan dalam bahasa Arab (tapi ga semua istilah2 dalam Alquran berbahasa Arab kok, karena orang Arab sendiri nggak ngerti apa arti dari istilah2 tersebut). Padahal sebelum turunnya Alquran, bangsa Arab yang masih ‘jahiliyah’ pun telah lama (ribuan tahun) menggunakan bahasa ini. Jadi yang suci itu bukan bahasa Arab, tapi Alquran yang berisi sabda2 Tuhan.

Memang sulit untuk bercerita tentang jin tanpa melibatkan konsep2 jin menurut Islam, karena keberadaan jin hanya ada dalam ajaran Islam. Makanya, aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak bertentangan dengan ajaran Islam, khususnya konsep tentang bangsa jin. Dasar konsep tentang jin sudah ada di website si Nar’Kobar (
www.narkobar.net.ms/) pada link ‘The Concept’. Kalo pembaca ada yang melihat/menemukan kesalahan/penyimpangan dalam konsep tersebut, aku mohon untuk segera dikoreksi.

Kalo ternyata ada istilah yang mirip2 dengan bahasa Arab, Sanskrit, atau Sunda, yang menyinggung orang2/umat2 tertentu... ya maafin aja deh. Itu kan hanya kebetulan dan aku juga bukan pakar bahasa.
Meskipun Nar’Kobar berbau fiksi ilmiah, bukan berarti bahwa isinya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah karena memang bukan suatu karya ilmiah.
Kalo karya ilmiah, mungkin judulnya bakalan jadi : ‘Telaah perilaku Jin Nar’Kobar dalam kehidupan manusia’.
Kalo memang ada orang yang iseng menelaah istilah2 dalam buku ini, kayaknya kurang kerjaan banget gitu loh. Jangankan dalam karya aku, dalam karya2 JK Rowling dan Dan Brown aja, yang konon best seller dunia, banyak ditemukan logika/konsep yang ngaco dan nggak masuk akal juga kok. Yah... namanya juga karya fiksi. Tujuannya kan untuk menghibur, bukan untuk ngajak berdebat dan berpusing-pusing.

6. Kenapa sih, Nar'Kobar and temen-temennya harus berbahasa 'sok gaul'? Seperti yang aku bilang dalam resensiku, jadi 'gak serem lagi.

Kok harus serem? Nar’Kobar kan bukan novel horor? Terus emangnya jin nggak boleh pake bahasa gaul? Mentang2 mereka jin, mereka harus pake bahasa formal? Nggak juga, kan? Bukankah di cover buku ini udah ditepelin sticker ‘Komedi Jin’? Dari komentar2 di cover belakangnya juga jelas menunjukkan bahwa novel ini bukan novel ber-genre horor, kan?

Tapi kalo mau yang serem2 sih gampang. Baca ulang aja buku Nar’Kobar, tapi ngebacanya di tengah2 pekuburan kuno, tepat jam 12 malem pada hari Jum’at Kliwon pula. Dijamin merinding deh...hehehe...

Di bagian ‘Prakisah’, tujuan novel ini sudah jelas kok, yaitu untuk menyuguhkan alternatif ‘kesan’ lain dari kesan ‘misterius’ dan ‘menyeramkan’ dari para hantu, kuntilanak, dsb. karena memang mereka tidak pantas untuk ditakuti (meskipun mereka berusaha keras untuk ditakuti manusia). Selain itu, novel ini juga memberikan alternatif pemikiran dan sudut pandang lain tentang mereka (bangsa jin).

7. Cantik mana: Ainuur or Lena? and Ganteng mana: Ipung or Andhika? (gak penting banget kan??)

Ainuur dan Lena? Hm... susah juga. Tapi di Nar’Kobar 2, Ipung ditanya seperti itu sama bokapnya. Dia juga bingung tuh, karena masing2 punya kelebihan dan kekurangan. Yang jelas Putri Larasati jauh lebih cantik dari mereka berdua. Kalo nggak percaya, tanya aja sama si Nar’Kobar. Dia spesialis cewek, kan?

Kalo soal Ipung dan Andhika, jelas Ipung dong. Hehehe... Kalo seandainya aku lebih ganteng dari Ipung, so pasti Lena sukanya sama aku, kan? Tapi Aming jelas lebih ganteng dan tajir daripada Ipung, jadi kira2 siapa yang bakalan jadian sama Lena, ya? Pusing juga. Tunggu aja cerita selanjutnya deh. Aku mohon doanya aja, biar sequel si Nar’Kobar bisa cepet nongol di toko2 buku.

8. Apa yang ada di benak kamu waktu bikin sosok Nar'Kobar?

Hm... saat itu aku pikir ini ide gila banget. Kok nyeritain tentang jin sih? Mana ada pembaca yang mau ngebaca soal kehidupan seekor jin jelek? Tapi pas dipikir-dipikir lagi, why not, gitu loh? Selama ini kan belum pernah ada yang nyeritain mereka dari sudut pandang mereka sendiri? Selama ini cerita2 tentang jin (hantu) selalu dibikin serem2 dan full misterius, kan? Padahal mereka so pasti punya cerita dan rutinitas kehidupan juga seperti makhluk2 lain ciptaan Tuhan. Anggap aja lagi nonton tayangan Discovery Channel tentang kehidupan jin.

9. Pernah ketemu jin atau temen-temennya?

Hm... jelas sering ketemu dong. Bukannya mereka ada di sekitar kita? Aku yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa mereka memang ada di sekitar kita. Aku sendiri nggak dikasih kemampuan untuk ngelihat mereka, jadi meskipun mereka berkeliaran, aku ga bisa ngebecandain mereka. Malah mereka yang sering ngerjain aku lewat bisikan2/ide2 jahil mereka. Mungkin interaksi yang paling sering adalah lewat mimpi2 yang ‘kacau’ yang kadang2 bikin bété abis. Misalnya, mimpi dikasih duit sekoper, mimpi pacaran sama super model yang ujug2 berubah jadi cowok berkumis tebal, mimpi jadi korban tsunami, mimpi di-kejar2 orang gila, dsb. Tapi aku kenal beberapa teman2 yang mampu ngelihat mereka dan sering berinteraksi dengan mereka. Jadi cerita2 dalam buku ini juga banyak terinspirasi oleh pengalaman2 pribadi mereka.

10. Kenapa Andhika gak menampakkan diri di dalam Nar'Kobar? Ya, minimal, biar pembaca tau, ini toh, majikannya Nar'Kobar...

Penjelasan tentang ini sebenernya sudah ada pada bagian ‘General QA’ di website Nar’Kobar. Maksudnya soal ‘embel-embel’ tentang penulis berikut foto, ya? Yang pasti, ini sudah menjadi kesepakatan aku dengan pihak penerbit. Aku memang agak risi untuk nulis tentang aku sendiri. Kesannya jadi gimana... gitu. Biar para pembaca aja deh yang menilai aku lewat karyaku.

Selain itu, pasti bakalan nambah2 halaman lagi, kan? Padahal bukunya udah tebal banget. Saat itu, aku pikir pembaca bisa langsung ngontak aku lewat ‘www.akoer.com’, dengan maksud agar hubungan penulis-pembaca bisa lebih personal dan mesra gitu loh (siapa tau juga dapet jodoh...he.he..he.). Tapi sayangnya, karena masalah teknis, website Akoer masih belum online juga tuh. Karena itu aku membuat website alternatif di ‘www.narkobar.net.ms/’. Untuk kekurangan ini aku mohon maaf sama para pembaca.

11. Untuk Nar'Kobar: What do you think of Andhika? sama untuk Andhika (udah bener kan nulis namanya?): What do you think of Nar'Kobar?

Nar’Kobar:
I think Andhika is a real nut case! He thinks that, writing a thick novel about me would change mankind’s view of the jinkind? Hah! Humbug! I bet no one would even care to take his wild fantasies seriously. So, pleaseeeeee don’t buy his damn book guys! You don’t really want to read a 600 pages book filled with wild fantasies and crazy ideas, do you? Not to mention the itsy-bitsy tiny font that could make you all go blind! Hehehe....

Salam endus,

Nar’Kobar of Naruut,

Andhika:
Meskipun dia lumayan cerdik dan banyak akal bulusnya, Si Nar’Kobar tuh sedikit terganggu jiwanya. Dia pikir dia tuh jin yang ‘cool’ banget dan ga punya perasaan sama sekali, padahal baru mau ninggalin si Lena aja dia udah mewek...wek..wek... Bener2 bikin malu bangsa Jin. Mungkin dia lebih cocok jadi penulis roman atau telenovela ketimbang jadi Jin Motivator. Seandainya Anda ingin mengetahui rahasia trik2 dan akal bulus si Nar’Kobar, bacalah buku ini. Semoga Anda tidak termakan ide2 jahilnya.

Salam,
Andhika P.

(Interview via e-mail)

[Book Review] Perfume: The Story of a Murderer


Perfume: The Story of a Murderer
Patrick Süskind
Bima Sudiarto (Terj.)
Dastan Books
Cet. 1 – Maret 2006
428 Hal.

Novel ini mengajak pembacanya berjalan menelusuri lorong-lorong kota-kota di Perancis yang kumuh, bau dan kotor pada periode sekitar abad ke-18. ‘Bertemu’ dengan tokoh utama yang unik, kalau tidak bisa dikatakan aneh.

Jean-Baptiste Grenouille, lahir di warung ikan, dari rahim seorang wanita yang akhirnya dihukum mati karena dianggap sengaja membunuh anak-anaknya yang lain. Jadilah Grenouille anak yatim piatu. Grenouille selalu berganti-ganti ibu susu karena tidak ada yang tahan dengan dirinya. Penyebabnya, selain karena nafsu minumnya yang besar, juga karena ia dilahirkan tanpa bau badan, tanpa bau khas bayi, khas manusia. Para ibu susu itu menganggap Grenouille sebagai anak yang aneh, monster. Sampai akhirnya, Grenouille dibawa oleh pendeta gereja ke rumah seorang wanita yang tidak memiliki indera penciuman karena hidungnya rusak dipukul, bernama Madam Gaillard.

Di rumah Madam Gaillard inilah Grenouille belajar mengenal benda-benda di sekitarnya, bukan berdasarkan nama-nama, tapi dengan memakai penciumannya. Ya, Grenouille dikarunia bakat penciuman yang luar biasa.

Sampai akhirnya ia merantau pun, ia belajar mengenal arah dengan mengandalkan penciumannya. Penciumannya pula yang mengantarkan Grenouille ke rumah seorang pembuat parfum yang hampir bangkrut, Baldini. Di sini dengan suka rela, Grenouille membantu Baldini, sekaligus diam-diam menyerap semua ilmu Baldini. Dan Baldini sendiri, akhirnya menjadi bangkit kembali. Parfum racikan Grenouille menjadi terkenal di mana-mana.

Selepas dari tempat Baldini, Grenouille ‘merantau’ lagi, ia ingin menemukan cara penyulingan demi mendapat formula untuk parfum yang selama ini mengendap di kepalanya, yaitu parfum aroma ‘perawan’. Mulailah serangkaian pembunuhan terhadap 25 gadis remaja, semua tewas dengan cara yang aneh.

Sekilas, akan terkesan kalau tokoh Grenouille adalah seorang psikopat, pembunuh berdarah dingin, atau bahkan seperti monster. Tapi, sebenarnya tokoh Grenouille adalah seorang tokoh yang mandiri. Terbiasa hidup dalam tatapan aneh orang-orang di sekitarnya membuat ia juga tidak tahu apa namanya cinta. Grenouille sendiri adalah sosok yang cerdas, dan mampu mempengaruhi orang lain.

Novel ini adalah kisah perjalanan hidup Jean-Baptiste Grenouille. Ritme di novel ini bisa dibilang naik-turun. Ada sedikit ketengangan di awal, kemudian turun lagi, sampai bisa merasa bosan karena datarnya cerita, lalu di bagian akhirnya mulai menanjak lagi. Atau mungkin bisa juga jadi penasaran menunggu kapan cerita pembunuhan 25 gadis perawan itu tiba.

Sebenarnya kisah pembunuhannya sendiri tidak disajikan dalam porsi yang banyak, malah terkesan singkat. Jadi, jangan berharap kisah pembunuhan yang berdarah-darah, karena semua itu dilakukan dengan cara yang ‘dingin’, a la Jean-Baptiste Grenouille.

06.03.27

Thursday, March 23, 2006

[Book Review] Nar’Kobar: The Motivator


[Book Review] Nar’Kobar: The Motivator
Andhika Pramajaya
AKOER
Cet. I – Januari 2006
603 Hal.

Kalo bukan karena hadiah dari AKOER, mungkin buku ini akan masuk buku di urutan terakhir yang bakal aku beli. Bukan karena gak tertarik sama ceritanya, tapi lebih ke soal, pertama harganya yang lumayan, kedua karena covernya yang… hmm.. lucu sih.. but bikin aku gak nyaman karena aku gak suka yang horor-hororan..

Tapi, ternyata, isinya gak seseram judul atau covernya. Ceritanya tentang jin bernama Nar’Kobar, dia lagi dalam proses untuk ‘naik tingkat’, untuk itu dia harus bikin nipingan-nya, alias manusia yang bakal jadi bahan ‘godaan’nya, bisa tergoda dan melakukan hal-hal yang gak bener. Nah, ternyata susah banget bikin Lena ini tergoda, karena Lena termasuk ta’at berdoa, jadi dia selalu dilindungi aura untuk menjaga dia dari godaan yang gak bener. Ditambah lagi, ada cowok yang deketin Lena, namanya Ipung, yang punya kemampuan untuk melihat makhluk-makhluk halus dan punya ilmu untuk mengusir mereka.

Akhirnya, untuk mengacaukan semuanya, dicarilah jalan. Salah satunya, Nar’Kobar bekerja sama dengan Nar’Himaar, jin yang me-niniping Gugun, temen Ipung. Gugun dibuat untuk tertarik sama Lena dan ngebenci Ipung.

Untuk menggoda si Ipung, Nar’Kobar juga minta bantuan jin cantik, Putri Larasati, yang menjelma jadi Laura Berman, cewek indo yang tajir dan cantik banget.

Ada juga dukun ‘gadungan’ dan praktek ilmu hitam di dalam buku ini. Sebenernya sih, menarik juga idenya, tapi, entah kenapa, koq kadang ada bagian-bagian yang rada dipanjang-panjangin, misalnya waktu Ipung masuk ke ‘dunia lain’ dan keluar di Karang Cadas. Atau kesibukan ngurusin penampilan Putri Larasati waktu mau jadi jadi Laura Berman.

Katanya sih, novel ini dibikin karena banyak banget tayangan mistis di tv. Jadilah ada beberapa bagian di buku ini yang merupakan plesetan dari acara Dunia Lain, diganti jadi ‘Tabir Dimensi Live’. Sementara kalo di tv, pakar ‘perhantuan’ namanya Leo Lumanto, dibuku ini jadi Tio Sumanto.

Ide ceritanya sih ok, mencoba ‘menguak’ dunia per-jin-an, sampai ada ‘kuliah’ sejarahnya segala di Pamakdiman alias sekolahnya para jin. Lengkap banget deh. Makanya buku ini bisa jadi tuebel banget… tapi, satu lagi yang ‘mengganggu’ menurutku, gaya bahasa si Nar’Kobar and temen-temennya yang kadang sok gaul, pake bahasa Inggris segala, bikin kesan ‘magis’ atau ‘serem’-nya jadi ilang.

Bagian yang aku suka justru pas Aming, yang dikenal suka mabok, gonta-ganti cewek, pokoknya ‘rusak’ deh, jadi sadar kalo kelakukan dia selama ini salah, dan berubah jadi baeeekkk banget. Tokoh Aming rasanya lebih nyata dibanding Ipung yang ‘sakti’, ada bandel, ada ‘rusak’nya, tapi bisa juga sadar.

O ya, satu lagi yang bikin terharu, waktu ‘tugas’ Nar’Kobar niniping Lena selesai, dia berat banget ninggalin si Lena… Hahaha… jin bisa juga jadi melankolis ternyata…

Kalo ngeliat endingnya, emang bakalan sedikit membingungkan. Karena bakal bertanya-tanya, gimana nasibnya sama si Ipung, gimana kelanjutan hubungan Lena & Ipung, gimana urus-urusannya sama si Putri Larasati, and Nar’Kobar sendiri. Mungkin semua pertanyaan itu bakalan terjawab di sekuel Nar’Kobar, karena The Motivator ini sendiri adalah buku pertama dari Trilogi si Nar’Kobar.

06.03.20

(dengan sedikit koreksi dari 'the author himself')

Sunday, March 19, 2006

[Book Review] soulmate.com


[Book Review] soulmate.com
Jessice Huwae
GPU
Cet. I Maret 2006
224 hal.

Jaman sekarang rasanya bukan hal yang aneh lagi untuk mencari atau menemukan jodoh dari dunia maya. Ada sarana friendster, chatting di Yahoo Messanger, atau sekedar bilang ‘Hai, salam kenal’ ketika mampir di blog orang lain. Tapi, harus diingat, apa yang keliatan di dunia maya belum tentu sama dengan dunia nyata. Namanya juga dunia maya, orang bebas menjadi siapa pun yang dia mau, bebas mengkhayal dan menciptakan identitas sendiri.

Begitulah yang kira-kira dialami Nadya. Ketika Nadya putus sama pacarnya, Dany, dia sering ‘curhat’ di blog-nya. Tentang kesedihannya, tentang dunianya yang tiba-tiba gelap. Hingga satu saat, tulisannya di blog mendapat komentar dari seseorang beridentitas ‘the hero’.

Berawal dari komentar-komentar singkat itu, akhirnya mereka janjian untuk chatting. ‘the hero’ yang nama aslinya Oka, adalah seorang pemuda, pemain band, berdomisili di Bali.

Saling curhat, lama-lama memberi rasa nyaman di hati keduanya. Meskipun selama periode chatting itu sempat pacaranya dengan orang lain, Jo. Tapi, Jo ini pun gak memberikan kebahagian untuk Nadya, karena ternyata dia adalah cowok yang ringan tangan.

Sampai akhirnya, Nadya bertemu dengan Oka di Jakarta, dan berlanjut ketika Nadya dapat tugas ke Bali. Pertemuan di Bali menjadi tanda resminya cinta mereka.

Nadya berharap dia sudah menemukan soulmate-nya. Tapi, Nadya salah. Oka ternyata punya rahasia yang tidak terduga sama sekali. Nadya pun harus memilih, menjalani hubungan yang tak tentu arah, mengulang kesalahan masa lalu orang tuanya, atau, memilih untuk merasakan sakit sekali lagi. Kadang, kalau lagi jatuh cinta, semua jadi gak rasional, semua jadi sah-sah aja meski salah.

Cinta memang sebuah pilihan. Ketika kita merasa yakin sudah menemukan soulmate, kita malah harus dihadapkan justru dia yang akan membuat kita sakit.

06.03.20

[Movie Review] Crash


Kemarin aku nonton Crash. Pengen tau gimana ok-nya film yang menang Best Picture di Oscar kemarin. Pilihan sih kemarin, antara Brokeback Mountain atau Crash, dan jatuhlah pilihan ke film Crash ini.

Cerita dibuka dengan adegan kecelakaan jalan raya. Terjadi perang mulut antara seorang perempuan Cina sama detektif keturunan Amerika Latin. Dan ternyata kita diajak flasback ke hari-hari sebelumnya. Di mana setelah itu kita bakal tahu apa hubungannya semua kejadian hari-hari sebelumnya dengan kecelakaan itu.

Film tentang kehidupan antar ras di LA. Lengkap dengan segala kesinisannya, ketakutan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam, gimana orang kulit putih melecehkan orang kulit hitam, dan orang kulit hitam yang sinis sama orang kulit putih. Gak Cuma berkisar dua ras ini aja, tapi ada juga gimana orang Amerika ‘menuduh’ orang bertampang Arab sebagai ‘perusak’, teroris, hanya karena dia mau beli senjata. Tentang orang Cina yang ngejual orang-orang Kamboja (?). Sampai juga ke hubungan romantis antara detektif Negro sama detektif keturunan Amerika Latin. Polisi yang idealis, yang berusaha membela orang Negro yang ditangkapnya.

Sebenarnya di antara mereka gak saling mengenal, tapi ternyata sedikit banyak berhubungan satu sama lain. Meskipun kadang gak keliatan, tapi di antara mereka ada rasa saling membenci satu sama lain, saling menyimpan ketakutan, dan terkadang sedikit ‘melecehkan’. Sampai akhirnya, ada satu kejadian di antara mereka, yang membuat mereka sadar kalau sebenarnya gak perlu tuh yang namanya saling melecehkan, kalau orang yang berbeda justru akan jadi penyelamat mereka. Bahkan yang duluan ada ketika orang yang ‘sama’ malahan lebih milih urusan pribadi ketimbang nolongin saat susah.

Filmnya bagus… ada adegan-adegan yang bikin aku pengen nangis.. hiks… Misalnya, pas Matt Dillon termenung nolongin istri produser film yang jadi korban pelecehannya, atau pas anak tukang kunci ketembak dan bilang, “It’s OK, Daddy. I protect you.” Atau, pas si Baba Arab bilang kalau anak kecil yang ditembaknya itu adalah malaikatnya. Atau, pas istri produser telpon suaminya, dan sebelum istrinya bilang apa-apa, suaminya bilang duluan, “I love you…”, atau pas Sandar Bullock meluk pembantunya yang orang Meksiko (?) dan bilang, “You are my best friend.”

Ahh… emang… gak perlu masalahin perbedaan, toh, endingnya kita akan tahu, siapa sahabat sebenarnya….

Pemain film ini ada Sandra Bullock, Brendan Fraser, Matt Dillon (hehehe.. ini aja sih yang aku tau)

06.03.20

[Book Review] Filosofi Kopi


Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Dee
Truedee Books & Gagas Media
Cet. I Pebruari 2006
134 hal.

Aku bukanlah penggemar kopi, penikmat kopi, apalagi mengerti tentang perbedaan rasa kopi yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuanku tentang kopi hanya sebatas cappuccino atau kopi sachet dari berbagai merk. Aku lebih suka teh daripada si hitam yang pahit ini.

Tapi, ada rasa tidak sabar untuk mencicipi ‘Filosofi Kopi’ yang ditawarkan Dee. Kopi pun berfilosofi? Sepertinya kali ini Dee ingin mengajak pembacanya menikmati karyanya dengan santai, sambil ngopi-ngopi mungkin. Kata Dee dalam cuap-cuapnya, semua ini masih tentang ‘cinta’. Dua di antaranya – ‘Rico de Coro’ dan ‘Sikat Gigi’ - sudah pernah dihidangkan di media. Ah, akankan menjadi ‘Cinta dalam Secangkir (atau bercangkir-cangkir) Kopi?’

Kubuka perlahan buku ini, kucoba membayangkan diriku ada di sebuah kafe. Duduk bersama seorang teman, ngobrol santai di sofa empuk, di meja ada cangkir kopi.

Lalu, kucoba mencicipi ‘Filosofi Kopi’. Ah… ketika kuhirup aromanya dan kusesapi rasanya, bisa kutangkap sebuah kegetiran dari seorang barista, ketika ia merasa masih ada kopi lain yang bisa mengalahkan masterpiece-nya yang sudah dianggap sempurna. Cerita seorang pemuda bernama Ben yang berkelana keliling dunia demi mempelajari ‘dunia perkopian’, lalu ia membuka ‘Filosofi Kafe’ yang berslogan ‘Temukan Diri Anda di Sini’ (hal. 7), tapi ternyata kesempurnaan itu justru dikalahkan oleh kopi dari desa yang terpencil. Memang, walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya (hal. 27).

Hmm… kujilat bibirku yang masih menyisakan rasa pahit tapi manis, tiba-tiba Hera datang, mengajakku ‘Mencari Herman’. Gadis ini… dia hanya mau berkenalan dengan pria bernama Herman, bukan Hermawan, Hermanto… hanya Herman. Tapi, memang, jadi manusia tidak boleh serakah, karena satu akan menggenapkan, tapi dua melenyapkan (hal. 31). Hera pun pergi…

Belum lagi rasa sedihku hilang, aku disodorkan sepucuk ‘Surat yang Tak Pernah Sampai’. Surat dari seseorang yang terombang-ambing perasaannya, bencikah, cintakah dia pada pujaannya.

Tiba-tiba teman ngopi-ku berucap, “Jadilah ‘Salju Gurun’?” Aku terdiam, bertanya dalam hati, “Apa maksudnya?”. Lalu ia mengutip sebuah kalimat, “Kamu harus berani putih meski sendiri, karena kau… berbeda (hal. 48).” Ahh… pastinya mukaku bersemu merah…

Cepat-cepat kuteguk lagi sedikit kopi yang masih tersisa di cangkir, kucoba menepis rasa malu. Lalu, teman ngopi-ku menyerahkan ‘Kunci Hati’. Aku bertanya lagi dalam hati, “Apa lagi ini?”. Lagi, ia mengutip, “ “Dalam raga ada hati, dan dalam hati, ada satu ruang tak bernama (hal. 49). Inilah kuncinya.” Kugenggam erat kunci pemberiannya.

Lalu, ia bercerita, katanya dalam perjalanan ke kafe, aku tertidur di mobil, “Tadi, ‘Selagi Kau Lelap’, sambil menyetir sesekali aku memandangmu.” Lagi-lagi ia membuatku malu. Katanya lagi, “Memandangmu membuatku semakin menghargai dirimu. Lalu kau berkhayal bahwa tiada yang lebih indah dari cinta dua orang di pagi hari. Dengan muka berkilap, bau keringat, gigi bermentega, dan mulut asam… mereka masih bisa tersenyum dan saling menyapa ‘selamat pagi’ (hal. 54).

Aku tertawa, lalu berkata, “Kata Mama, kalau bangun tidur, ‘Sikat Gigi’ dulu.” Aku pun bercerita tentang Egi, seorang gadis yang menjadikan sikat gigi sebagai sebuah kegiatan untuk merenung, melarikan diri, melupakan cinta masa lalunya. Egi bilang, “ Waktu saya menyikat gigi, saya tidak mendengar apa-apa selain bunyi sikat. Dunia saya mendadak sempit…Cuma gigi, busa, dan sikat. Tidak ada ruang untuk yang lain.” (hal. 58). Menarik juga…

Tiba-tiba, kami berdua, teman ngopi-ku dan aku, sama-sama merenung, berpikir tentang usia kita yang semakin bertambah, semua serba berubah, seolah sedang melintasi ‘Jembatan Zaman’. Ternyata bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya (hal. 67).

Teman ngopi-ku mengajakku berkhayal. Berandai menjadi ‘Kuda Liar’. Berlari bebas, tanpa diperbudak waktu. Andai bisa… tapi, kitalah yang ternyata lebih sering diperbudak waktu.

‘Sepotong Kue Kuning’ tersaji di meja. Teman ngopi-ku sedang sibuk dengan telepon genggamnya. Jadi kulanjutkan saja membaca cerita tentang Indi, yang rela menjadi perempuan kedua bagi Lei, lelaki yang sudah beristri. Cinta terkadang memang tidak rasional… tapi ternyata cinta juga bisa membuat seseorang jadi lebih mandiri ketika ia tersadar bahwa ia bisa mencinta tanpa takut kehilangan cinta (hal. 82)

Lama kularut dalam ‘Diam’. ‘Hidangan’ Dee semakin membuatku larut. Lalu, aku bertanya, “Apa bisa ‘Cuaca’ menggambarkan hati seseorang?” “Kenapa tidak?” katanya, “Tapi, jangan berbohong, karena bisa-bisa badai meletus. Entah menghangatkan atau menghanguskan.” (hal. 86)

Sambil menikmati potongan kue kuning, aku membaca kisah ‘Lara Lana’. Cerita ini cukup mengejutkan. Tentang kisah cinta yang tak sampai. Tapi, ada kejujuran di sana, kepasrahan, dan keberanian untuk menjadi beda (hal. 94).

Aku terus membaca kata-kata yang terpisah oleh ‘Spasi’. Spasi yang memberi makna pada huruf yang tersusun. Spasi-jarak-jeda, yang memberi ruang dalam napas, juga dalam cinta.

Bagai ‘Cetak Biru’, mimpi-mimpiku terus bergulir selagi aku menikmati karya yang tersaji. Satu demi satu batu mimpi tersusun rapi (hal. 99).

Suara teman ngopi-ku mengagetkanku, membuatku terjaga dari lamunan. “Ayo kita ke ‘Buddha Bar’,” ajaknya. Kuhabiskan kopi yang tersisa dalam cangkir, lalu segera mengikutinya. Suasana Buddha Bar memang berbeda dengan kafe yang baru saja kutinggalkan, sedikit lebih ‘menghentak’. sana aku bertemu Nelly, Probo, Omen, Jack dan Bejo. Lima sahabat dengan pribadi yang berbeda namun saling melengkapi. Perbedaan yang membuat mereka menyatu. Melebur manis di sudut itu (hal. 107)

Sajian Dee ditutup dengan sebuah kisah yang unik, kisah pangeran ‘Rico de Coro’. Kisah cinta yang memberi seulas senyum di bibirku. Ternyata memang cinta sejati tidak mengenal perbedaan. Cinta sejati, cinta yang tulus, dengan pengorbanan yang tak akan sia-sia. Sepertinya klise, tapi.. Dee menutup kisahnya dengan manis, hilanglah semua rasa pahit.

Kututup buku ‘Filosofi Kopi’. Lalu kubertanya dalam hati, “Apakah aku sudah lebih mengenal dunia perkopian?” Jawabannya adalah ‘Tidak’. Tapi, kucoba sesapi rasa yang tertinggal, dan aku tahu, hidup ini seperti kopi. Jangan selalu berharap untuk hal-hal yang manis saja, tapi bersiaplah menerima kepahitan. Dan ketika rasa pahit itu datang, cobalah resapi, maka perlahan rasa manis itu akan datang.

06.03.19

Friday, March 17, 2006

[Book review] The Colour of Love


The Colour of Love
Preethi Nair
Harper Collins, 2005
326 Hal.

Buku ini awalnya mirip-mirip For Matrimonial Purposes (Cinta kan Datang) - Kavita Daswani (GPU, Juli 2004). Cerita tentang gadis keturunan India yang harus ‘berperang’ dengan hatinya, apa mau ngikutin kata hatinya yang pengen bebas, atau ngikutin adat istiadat India, yang mengharuskan dia segera dijodohkan dengan cowok India yang sama sekali gak dia sukai.

Kalo akhirnya di For Matrimonial Purposes, Anju ketemu sama jodohnya yang orang India juga. Beda sama Nina Savani. Konflik di buku ini juga gak hanya berkisar soal perjodohan, tapi juga tentang cita-cita.

Nina Savani, gadis keturunan India, tinggal di London, lulusan sekolah hokum (ini seperti yang dimauin sama ortu-nya). Nina baru aja kehilangan sahabat, Ki, yang meninggal karena sakit kanker. Secara gak sengaja, Nina ketemu sama seorang Guru, yang katanya bisa membuat dia jadi lebih semangat dan balik ceria lagi. Tapi, gak disangka-sangka, ternyata sang Guru itu malah melakukan pelecehan seksual terhadap Nina. Dalam keadaan kacau-balau, Nina datang ke kantornya. Tapi, dia malah membuat salah satu klien-nya bt, dan akhirnya Nina dipecat dari kantornya.

Kejutan kedua datang dari pacarnya, Jean, mengkhianatinya. Padahal saat itu Nina lagi butuh tempat curhat.

Nina bener-bener putus asa. Dalam keadaan jobless, dia gak berani bilang ke orang tuanya. Jadi setiap hari, dia bangun pagi, pergi dari rumah seolah-olah mau ke kantor, dan pulang di jam-jam seperti biasa. Belom lagi, ditambah masalah orang tuanya yang ngeributin soal jodoh. Sampai akhirnya Nina mau ‘dijodohkan’ dengan Raj, cowok keturunan India, yang tajir banget.

Nina pun ketemuan sama Raj. Bahkan, secara gak sengaja, Nina mau untuk segera tunangan sama Raj. Tentu saja ortunya Nina seneng banget.

Sementara itu, Nina suka banget sama seni, terutama melukis. Sambil nunggu jam kantor selesai, dia suka jalan-jalan ke galeri. Di sini dia ketemu sama Masetti yang nyewain studionya. Jadi setiap hari, Nina harus berbohong lagi untuk nutupin kegiatan barunya, yaitu ngelukis.

Masalah baru muncul waktu Nina mau ngebingkai lukisannya. Di situ ada tulisan For U Ki, artinya lukisan itu dipersembahkan untuk sahabatnya, Ki. Tapi, ada pengamat seni yang ngeliat, dan menyangka kalau lukisan itu adalah karya orang Jepang dengan nama Foruki. Si Masetti terus maksa Nina untuk memunculkan dan bikin pameran lukisan Foruki.

Kebohongan demi kebohongan harus ‘tercipta’ lagi, Nina harus nyari sosok Foruki ‘gadungan’, biar gak ketauan kalau selama ini dia udah bohong sama ortunya. Belom lagi ngurusin rencana pernikahannya sama Raj. Tapi, pas ngurusin pameran, Nina ketemu sama Michael, dan harus jatuh cinta lagi sama cowok bule, cowok yang bukan keturunan India.

Nina harus ‘berperang’ sama hatinya, mau jujur, mau terus bohong, atau mau memperjuangkan kata hatinya. Ya, inti cerita ini, bagus juga… gimana kita bisa yakin sama tujuan hidup kita, sama kata hati kita, dan gimana kita harus berhadapan sama orang tua yang punya keinginan sendiri untuk kita.

06.03.16

[Book Review] Brokeback Mountain (Gunung Brokeback)


Brokeback Mountain (Gunung Brokeback)
Annie Proulx
Terj: Hetih Rusli
GPU, Cet.1 – Pebruari 2006
80 Hal.

Aku tertarik baca buku ini, karena filmnya yang heboh, kontroversial, dan diskusi di milis tentang buku ini. Bukunya tipis banget. Maklum, karena memang Brokeback Mountain ini adalah sebuah cerpen.

Cerita tentang dua orang pemuda, Ennis dan Jack. Mereka berdua ketemuan pas lagi nunggu kerjaan. Mereka ditugasin untuk mengawasi domba-domba di Gunung Brokeback. Sebenernya tempat tugas mereka terpisah, karena kerjaan mereka emang beda. Tapi, satu malam, setelah minum-minum, di sebuah malam yang panas, terjadilah ‘sesuatu’ di antara mereka.

Dan ternyata kejadian malam itu malah membuat ‘perasaan’ mereka semakin dekat. Padahal mereka berdua sama-sama udah punya pacar.

Akhirnya mereka berdua harus pisah. Mereka ngejalanini hidup masing-masing. Ennis nikah sama tunangannya, Alma. Jack, jadi pemain rodeo seperti yang dia mimpiin dan nikah sama Laura

Tapi, suatu hari Jack mengunjungi Ennis. Dan pas mereka lagi melepas rindu, Alma ngeliat mereka. Ternyata bertahun-tahun pisah, gak mengurangi perasaan di antara mereka.

Akhirnya, Ennis cerai sama Alma. Ending cerita ini lumayan ‘mengenaskan’. Tapi, entah ya… touchy banget. Cerpen dengan tema ‘gay’, tapi gak ‘menjijikan’, malah menyedihkan… Apalagi waktu Ennis datang ke rumah orang tua Jack setelah Jack meninggal. Di kamar Jack, tergantung jaket Ennis yang berdarah-darah, hasil perkelahian mereka berdua. Ternyata, setelah bertahun-tahun, jaket itu masih disimpan sama Jack. Dan ternyata, apa yang ada di antara mereka, begitu ‘kuat’. Terasa banget kesedihan di hati Ennis karena kematian Jack.

Tadinya aku sempat sebel, karena duh, bukunya tipis amat, pelan-pelan baca, blom ada ‘greget’-nya. Setelah selesai, aku sempat mikir, “Ah, biasa aja.” Kesan ‘touchy’ itu justru aku dapat setelah beberapa hari aku selesai baca buku itu, setelah ‘mengendap’ di otak selama beberapa hari, baru ‘berasa’. Mbak Hetih sukses menterjemahkan buku ini, sampai bisa ‘meninggalkan’ kesan.

[Book Review] Playing James (Pura-pura Jadi Detektif)


Playing James (Pura-pura Jadi Detektif)
Sarah Mason
GPU, September 2005
504 hal.

Jadi wartawan bagian berita kematian hewan pastinya bukanlah hal yang menyenangkan dan tanda sebuah karir yang bagus, tapi ketika Holly Holshanon harus menjalaninya karena boss-nya merasa itulah satu-satunya bagian yang cocok untuknya.

Ketika salah satu rekannya, reporter kriminal berhalangan, Holly diberi tugas untuk meliput pencurian obat di rumah sakit, adalah berita kriminal pertama yang harus diliput Holly.

Ternyata, Joe, boss-nya suka dengan tulisannya, dan kebetulan juga, reporter kriminal yang sok itu dapet tawaran di koran lain. Dan, kebetulan juga salah satu koran saingan mereka selalu lebih dulu dalam menyajikan berita-berita kriminal.

Maka dibikinlah terobosan baru. Holly diberi tugas untuk meliput kegiatan kriminal di kantor polisi. Mereka membuat sebuah kolom yang memuat kegiatan sehari-hari Holly bersama seorang detektif bernama James Sabine.

Sayangnya, James Sabine ini bukan detektif yang tergolong ramah sama Holly. Ada aja ‘kesialan’ Holly yang bikin James kesal. Ditambah lagi emang Holly orangnya emang rada ceroboh.

Tapi, lama-lama, meskipun kesal karena dibuntutin Holly, ternyata sedikit banyak Holly juga banyak membantu, karena ada juga hal-hal yang gak kepikiran sama James and polisi lainnya.

Holly gak hanya diajak nemenin untuk tugas-tugas yang biasa-biasa aja, tapi sempat ikut juga dalam pengejaran pencuri barang-barang antik.

Selain berurusan dengan James di kantor, ternyata Holly juga ‘diajak’ masuk ke kehidupan pribadinya. Holly jadi (terpaksa) berteman dengan calon istri James, Fleur, yang ternyata anak teman dari orang tua Holly yang nyentrik.

Mendekati akhir dari masa tugas Holly di kepolisian, banyak yang mulai curiga juga dengan hubungan mereka. Meskipun dua-duanya masih suka kesel-keselan, tapi pelan-pelan orang bisa ngeliat gimana perhatiannya James sama Holly ketika ia di rumah sakit, dan ternyata Holly juga ‘memendam’ perasaan, tapi gak bisa nunjukkin karena James udah mau nikah.

Buku ini lucu juga, kocak, kalo baca gimana Holly yang konyol tugas bareng James Sabine yang serius, dingin dan galak.

Thursday, March 16, 2006

Cerita hari ini di milis Chic-ers

Aku ikutan banyak milis, tapi, baru di milis Chic-ers ini, aku bener-bener bisa ‘ngoceh’ atau nimpalin sesekali, meskipun aku ‘orang baru’.

Kalo kemarin topiknya ‘main tamu-tamuan’, hari ini topiknya ‘nostalgia jaman dulu’. Semua dimulai dari Luli yang ngirim email dengan subject ‘Memory – Jajanan Jaman Dulu’. Wah, lengkap dengan gambarnya, ada Wafer Superman (wafer yang gak boleh ketinggalan di bingkisan ulang tahun), terus ada cokelat ayam, sama permen sarsaparilla.

Untuk permen sarsaparilla, aku punya cerita sendiri. Aku suka permen sarsaparilla, biar ‘menghayati’ kehidupan Smurf, si boneka kecil warna biru yang jadi favoritku jaman dulu (sampai sekarang sih). Kan, Smurf makanannya daun sarsaparilla. Jadi setiap kali aku makan permen ini, atau kalo lagi minum root beer, sambil mikir, “Ooo… gini nih, rasa makanannya Smurf.”

Akhirnya terkumpul deh, daftar makanan nostalgia, ditambah lagi ‘melebar’ jadi ke acara tv, and tempat jalan-jalan. Malah, besok mau dilanjutin ‘diskusi’ guru jaman SD!

Here’re the list:

Jajanan:
- Wafer Superman
- Cokelat Ayam
- Anak Mas
- Mr. Sarmento
- Gulali
- Es krim Woody ‘n Flipper
- Bakso ‘kojek’
- Empek2 & cireng

Acara tv:
- Aneka Ria Safari
- Film ‘Chip’
- Losmen
- Lima Sekawan
- Dynasty
- Return to Eden
- Hunter
- ACI
- Unyil
- Kamera Ria
- Little House on Prairie
- Album Minggu Ini
- Ria Jenaka
- Sesame Street

Tempat Jalan-Jalan:
- Ancol
- Kebon Raya Bogor
- Taman Ria Remaja Senayan
- Kebon Binatang Ragunan

Ya, begitulah hasil ‘survey’ dadakan di milis Chic-ers.

06.03.15

Back to Office

Balik lagi ke kantor. Ada rasa senang… tapi… hmm.. ada rasa males juga. Kebayang banyaknya kerjaan yang mesti diberesin.

Buka email, di inbox ada 2050-an email. Ahhh…. puyeng bacanya. Jadinya yang dari milis-milis, sebagian besar aku hapus.

Pak BW & Pak YH tersenyum lebar begitu liat aku udah duduk manis di depan komputer. Menghapus email yang ampun-ampun banyaknya.

Orang-orang kantor yang lain, ada yang bilang, “Welcome back”, atau yang ngeselin, “Loe udah bener-bener bersih dari virus, Fer?”, atau ada yang ngetawain karena udah setua ini baru kena campak…

Tapi, ya… it’s good to be back to the office…

06.03.14

Sakit

Gak nyangka banget… awalnya, penyakit yang dikira ‘hanya’ flu dan pilek biasa, malah bikin aku jadi absen dari kantor selama dua minggu full.

Kronologis:

26.02.2006
Hidung mulai mampet sebelah. Minum Redoxon. Gak terlalu mempan.

27. 02.2006
Hidung mulai makin mampet. Kepala mulai pusing-pusing. Mulai bersin-bersin. Di’hantam’ sama Redoxon lagi. Masih gak mempan.

28.02.2006
Terpaksa masuk, harus bikin report. Makin parah. Pilek. Pusing berat. Ditambah mulai panas. Kata orang-orang, mukaku merah. Udah gitu, karena panas, jadi kedinginan, untung ada jaket. Pengen pulang, tapi mama baru bisa jemput siang. Yah… nanggung banget. Pengen tidur di mushola, tapi gak bisa. Abis makan siang, nyoba makan panadol, eh… gak lama, aku malah berasa gerah. Badan gak panas lagi, rada enakan. Jadi rada lebih seger. Tapi, masih berasa pusing. Malah pas pulang kantor, sempet makan pempek @bing dulu sama mama & papa. Tapi, pas sampe rumah, koq berasa kedinginan lagi. Gak pernah-pernah di rumah aku pake cardigan.

01.03.2006
Gak masuk kantor. Tidur. Kepala masih pusing. Tapi, gak berasa panas lagi. Sebel banget, soalnya Fayyaz nginep, tapi gak boleh deket-deket sama mama, ntar dia ketularan. Jadi, ya… Cuma nyium-nyium kakinya atau liat dari jauh. Malemnya, panas lagi. Malah ditambah batuk. Minum panadol lagi.

02.03.2006
Sok berasa udah sehat. Emang sih badan gak panas lagi. Tapi, masih pilek plus batuk. Dan herannya, koq pusingnya gak ilang-ilang. Tapi, sok mau ke kantor. Bangun pagi, berangkat ke kantor. Di jalan tidur aja. Mama tanya berapa kali mau ke kantor apa nggak, tapi tetap aku bilang mau ngantor. Tapi… sampai depan ratu plaza, badanku mulai panas lagi, mulai pusing berat… kata maya, mukaku merah lagi. Ya, udah… gak jadi ngantor.

Sampai rumah, masih berasa enakan. Minta bikinin indomie, biar keringetan makan yang panas-panas. Abis makan, telpon mitra keluarga, booking dokter. Terus tidur. Pas makan siang, koq pusing banget, gak sanggup turun ke bawah. Akhirnya, makanan dibawain ke atas. Udah gak napsu banget makan.

Tidur lagi. Sorenya ke dokter. Hehehe.. kata mira, gayaku udah jelek banget. Rambut acak-acakan. Pake cardigan jelek. Muka merah. Di dokter, aku udah pusing banget, dan kedinginan. Mana rada lama nunggu dokternya.

Kata dokter, ‘cuma’ infeksi pernapasan aja. Bercak-bercak merah di muka karena panas yang tinggi banget. Dikasih antibiotik, obat penurun panas, plus Benadryl buat batuk. Dikasih surat ijin sakit sampai hari senin. Kalo panasnya gak turun juga, disuruh periksa lab.

Kata mira, abis dari dokter, minum obat, biasanya kan langsung sembuh. Tapi, pas sampai rumah, duh, koq berasa makin gak karuan. Pusing banget… Makan malem di atas lagi.

Malem ini aku tidur sendirian. Bolak-balik kebangun karena batuk. Sempet keringetan. Tapi, malah jadi gak bisa tidur. Serba salah banget.

03.03.2006
Badan makin gak jelas. Batuk makin parah. Bercak-bercak merah di muka makin banyak. Aku udah ketakutan banget. Jangan-jangan aku kena lupus. Soalnya, pernah baca ciri-cirinya, panas tinggi dan ada bercak-bercak merah.

Mau makan, juga gak napsu. Panas mulai naik-turun. Pas maghrib, berasa badan panas banget, tapi koq mengigil. Pake selimut tebel tiga lapis. Tidur aja terus.

Malemnya, sempet panas sampe 38 derajat. Malem ini aku tidur sama mama. Mau tidur juga susah. Bolak-balik kebangun karena batuk. Tapi, kalo udah minum dikit, tenggorokan rada enakan, bisa tidur lagi. Sempet keringetan, bikin aku jadi gelisah karena kepanasan. Sempet kipas-kipas, padahal kamarnya pake AC. Serba salah banget.

04.03.2006
Pagi ini ke dokter lagi, tapi ganti dokter. Kepala makin pusing, badan makin gak karuan. Suhu badanku juga naik turun, sempet 37, naik lagi 38.

Di dokter, mama tanya, jangan-jangan campak, tapi dokternya masih ragu-ragu. Malah disuruh periksa darah untuk tipus sama demam berdarah. Pilek makin menjadi-jadi, ditambah batuk.

Duh…. pokoknya badan benar-benar gak enak. Udah sempet minta bawa ke rumah sakit. Kata mama nunggu hasil darah sorenya.

Makin siang, makin sore, suhu badanku masih naik turun, sempet sampai 39. Aku juga cuma tiduran aja.

Dapet hasil lab, kata mama, trombositku emang turun, tapi masih di atas normal.

Tapi, makin malem, badanku makin gak enak. Panasku stay di 39 derajat. Kira-kira jam 8an, koq kaki dan tanganku tiba-tiba semutan dan ngilu. Aku minta pijitin sama nek enab dan mama. Kalo gak dipijit, jadinya gemeteran. Aku minta bawa ke rumah sakit, ya, takut juga kan, koq jadi ngilu dan kesemutan. Papa dan maya juga mijitin terus. Mama nyuruh ayuk sama mas erik dateng.

Duh… padahal malem ini, harusnya aku lagi having fun di java jazz festival.

Bolak-balik, aku nanya kenapa ayuk sama mas erik blom dateng juga. Aku bilang, aku mau ke rumah sakit. Pas dateng, mas erik langsung nyari rumah sakit. Maunya ke Pondok Indah, tapi penuh. Ehhh… buntutnya dapet di Mitra Keluarga juga.

Di mobil, pengen banget minta mas erik ngebut, soalnya kakiku ngilu banget. Pengen cepet-cepet ditanganin sama dokter.

Sampe rumah sakit, aku harus masuk UGD dulu. Kata dokter jaganya, aku kena campak. Hmmm… nular dari mana, ya? Inget-inget… mungkin aku ketularan Fayyaz. Mungkin pas Fayyaz sakit, dan ada bintik-bintik merah di mukanya yang katanya keringet buntet itu sebenernya campak…

Langsung diinfus, katanya buat ngilangin ngilu dan kesemutan.

Aku minta kamar yang kelas 1 aja, tapi, ternyata aku harus ‘diisolasi’, jadi aku harus sendirian, takut menular ke pasien lain. Dapetlah kamar nomer 715.

Rasanya, begitu di rumah sakit, aku jadi lebih lega. Karena aku tahu aku bakal dapat perawatan. Bagus juga dateng, bawa buah.

Terus, pada pulang… aku ditinggal sendirian. Ya… sempet serem juga. Kamar itu buat berdua… aku di ujung deket jendela. Serem juga karena ada tempat tidur kosong di sebelah.

Suster bolak-balik masuk sepanjang malam. Ada yang dateng periksa infus, ada yang nyuntikin obat. Malah, sempet ada yang nyuntik tanganku untuk tes alergi obat. Duh… sakit banget.

Aku sendiri sempet susah tidur. Pertama, aku emang susah kalo tidur di tempat baru, kedua, batukku yang makin menjadi-jadi dan mengganggu, tenggorokanku sampai sakit setiap batuk, ketiga, aku sempat gelisah karena kepanasan, bajuku sempat basah karena keringat.

Untungnya, ya sempat tidur-tidur sedikit, bolak-balik ke kamar mandi sendiri, sambil megang infus.

05.03.2006
Jam 5 pagi, aku udah kebangun. Nungguin, kali-kali, suster masuk mau ngelap badanku. Pusingku udah ilang, tapi batuk yang masih tetap parah. Temperatur juga mulai pelan-pelan turun, meskipun masih berkisar 37-38, masik naik turun, tapi gak sampai 39.

Jam 6an, dikasih minum teh. Terus, gak lama dianterin sarapan bubur ayam. Sebenernya sih, rasanya enak, cuma karena tenggorokanku kering dan sakit kalo nelen, jadi males makannya. Dikasih daftar buat milih menu makan besok. Ah… koq gak selera…

Jam ½ 7, ada suster dateng, dia bilang, dia mau kasih obat penurun panas, tapi obatnya dimasukin dari ehmm.. lobang anus! Waduh… aku disuruh tahan napas, dan sakittt! Kata suster, aku berasa mules, disuruh tahan. Karena gak boleh, ke kamar mandi dalam waktu 30 menit. Ya… pasrah aja….

Jam 8an, mama & papa dateng. Senengnya karena ada yang nemenin. Kata mama, suster bilang aku emang gak dimandiin karena masih panas badannya, takut nanti aku kedinginan.

Dokter dateng, katanya besok aku harus usg dan periksa darah. Di badanku mulai banyak bercak-bercak, untung gak gatel-gatel.

Abis itu, ya udah… nonton tv, tidur, makan siang… duh… nasi lembek, plus lauk-pauknya, ditambah pudding dan buah. Lauknya sih enak… tapi karena harus pake nasi lembek… jadi males.

Jam 3an, mama & papa pulang… yahhh… sendiri lagi. Nonton tv aja. Jam ½ 6, udah dianterin makan malem. Males banget… udah sendirian…. Udah gitu susah nelennya. Pas suster dateng, ngeliat makananku gak abis, aku bilang, susah nelennya, aku minta besok lauknya dicincang aja.

Nonton tv. Ada film ‘Timeline’. Aku udah baca bukunya, tapi, filmnya koq gak terlalu seseru bukunya.

Jam 9an, siap-siap tidur.

Malem ini, aku bolak-balik ke kamar mandi. Batuk masih ‘heboh’. Tidur malem ini lumayan. Meskipun kebangun beberapa kali karena batuk.

06.03.2006
Jam ½ 5 pagi, suster udah dateng, bangunin mau dilap badannya. Lumayan deh, jadi lebih segar. Tapi, heeeehhhh, gak bisa cuci rambut… rasanya udah lengket banget.

Terus, ada petugas lab yang ambil darah. Pasrah aja deh… katanya sih, mau periksa hepatitis, plus demam berdarahnya.

Sarapan hari ini roti bakar. Di rumah biasanya cuma satu tangkup, di sini dikasih dua tangkup.. Ya… gak abis, deh..

Jam 8an, Mama & Papa dateng. Kata mama, maya gak ngantor, pilek. Terus, dokter dateng lagi. Periksa sana, periksa sini. Bercak-bercak makin banyak.

Hehehe.. lumayan juga gak ngantor, jadi bisa nonton piala oscar.

Jam 9an, di usg, buat cek levernya. Tapi, ternyata lever-ku, alhamdulillah, baik-baik aja. Cuma emang, ‘fungsi’nya yang rada meningkat, gara-gara temperaturku yang naik turun itu.

Makan siang, kali ini udah dicincang. Meskipun gak habis nasi lembeknya, aku paksain makan lauknya. Ngiler liat mama yang makan Kentucky. Nyam…. Nyam…

Mama pulangnya malem, nunggu ayuk sama mas erik dateng. Ayuk hari ini ulang tahun. Ayuk bawa box tamani. Duh… aku cuma sanggup makan soup hat-nya aja. Chicken marryland-nya terpaksa dibawa pulang.

Jam 9, mama pulang… Yahhh… sendiri lagi….

Malem ini, tidur udah semakin nyenyak. Kebangun karena mau pipis, batuk sesekali and setiap suster masuk nyuntik obat and ganti infus.

07.03.2006
Sepertinya aku tidur nyenyak banget. Soalnya, aku baru kebangun jam 5. Dan suster yang mau nge-lap badan udah lewat dari jam 4 katanya.

Hari ini sarapan roti bakar lagi. Buat besok, pengen bubur ayam aja.

Diambil darah lagi. Ya… terserahlah.. tanganku udah biru-biru karena bolak-balik diambil darah.
Dokter dateng, pas aku tanya kapan pulang, katanya belom boleh, karena masih ada yang belom normal. Termperatur badanku masih naik turun. Meskipun sesekali udah normal, tapi semalem sempet sampe 38 lagi.

Pilek udah ilang, tapi, batuk yang masih rada sering.

Mama & papa dateng. Nonton tv aja.
Ada hasil periksa demam berdarah, trombositku udah mulai naik lagi.

Ngiler lagi ngeliat mama makan Kentucky. Duh.. kalo udah keluar dari rumah sakit nanti, sepertinya harus makan Kentucky… tapi, pengen Tamani… Duh… jadi pengen macem-macem….

Jam ½ 6, abis aku makan malem, mama & papa pulang, karena mau jemput maya. Sore ini, setiap disuntik obat di selang infus, berasa ngilu, sepertinya pergelangan tanganku yang tempat infus udah mulai rada bengkak. Jadi setiap kali abis dimasukin obat, harus dipijit-pijit sedikit. Sempet mau diganti, tapi aku gak mau, karena harus ditusuk-tusuk lagi….

08.03.2006
Tidur lumayan enak… Sempet kebangun pas infus-nya habis, dan sempet berdarah rada banyak. Selang infusnya diputer-puter, tanganku jadi rada ngilu. Jam 1 aku kebangun, manggil suster, aku bilang, koq pergelangan tanganku rada gak enak, rada ngilu. Akhirnya, terpaksa jugalah, infusnya dipindahin ke sebelah kanan. Ditusuk-tusuklah lagi. Udah sok kebal aja, deh… padahal sakit juga…

Akhirnya, aku tidur lagi… Jam 4, udah kebangun… hehehe… takut suster ngelewatin lagi, ntar aku gak dilap lagi badannya.

Jam ½ 5, suster dateng. Ganti baju. Sempet berasa kedinginan. Bercak-bercak di badan masih banyak. Setiap ke kamar mandi, aku ngaca, duh… mukaku… merah dan kering..

Diambil darah lagi, katanya sih, masih untuk cek trombosit.

Hari ini sarapan bubur ayam. Aku duduk, makan sendiri pelan-pelan, sambil ngeliat pemandangan lalu lintas yang mulai macet… ehh…. Gak berasa, abis juga bubur ayamnya… Hehehe… enak juga sih ternyata…

Mama and papa dateng. Terus, dokter juga dateng. Katanya, SGPT, SGOT (whatever it was…) udah mulai membaik meskipun blom normal. Mama tanya boleh pulang gak… dan, alhamdulillah, dokter bilang boleh pulang, tapi harus istirahat di rumah, dan dikasih banyak obat.

Nungguin urusan administrasi, sampe siang, sambil ngabisin cairan infus yang masih ada. Sempet makan siang dulu… Pas, lagi ngurus bayar-bayaran, berdiri di depan kasirnya, kepalaku masih rada ‘kleyengan’.

Pas keluar…. Wuihhhh… panas banget…. Kepalaku makin pusing…
Tapi, lega juga begitu sampai rumah… bisa tidur siang di rumah….

Malemnya, entah karena blom enak betul, kepalaku ya, masih pusing-pusing…

Senangnya kembali ke rumah….

09.03.2006
Di rumah, tidur-tiduran aja… entah karena pengaruh obat, abis mandi (akhirnya…. Cuci rambut!!!), sambil nonton tv, tiduran… eh… ngantuk…. Mau baca, juga males… ngantuk dan pusing…

Kalo bergerak rada banyak, juga masih rada pusing…
Ya… hasilnya, makan, nonton, tidur… makan… tidur….

10.03.2006
Hari ini, nyoba keluar rumah. Ikut jemput maya… Pengen makan Pizza Hut. Jadilah, makan Pizza Hut di Cibubur Junction. Tapi, begitu turun mobil… lho… lho… koq… pusing… Sambil makan pun, meskipun berasa yummy…. Tapi aku nahan ‘kleyengan’…

Ahh… ternyata belom fit bener…

11.03.2006
Di rumah aja… Nonton… makan… tidur…

Maya sama mama jalan-jalan ke plaza senayan. Pengen ikut… tapi, koq masih berasa pusing-pusing…
Akhirnya… ya… tidur aja…

12.03.2006
Papa pergi…
Mama sama maya pergi arisan… diajak sih sama mama, tapi aku takut ntar di sana, malah pusing-pusing…
Jadilah, aku sendirian di rumah… Nyari dvd yang blom ditonton, nemu ‘Shark Tale’

Abis nonton ‘Shark Tale’, bingung, mau nonton apa lagi… pengen nonton ‘Syriana’… males… abisnya kaya’nya rada membosankan… akhirnya, aku nonton Harry Potter yang pertama aja lagi. Masih enak buat ditonton… ngeliat Daniel Radcliffe masih imut-imut.

Terus… tidur siang….

Sore-sore.. hujan lumayan deres… jadi dingin deh… Badanku udah mulai agak enakan… pusing-pusingnya udah ilang, tinggal batuk-batuk yang masih sesekali.

13.03.2006
Hari ini ke dokter. Pagi-pagi, abis anter maya. Ke mitra, ambil darah dulu. Karena hasilnya baru 3 jam kemudian, jadinya, sama mama, nunggu di rumah mira dulu.

Hehehe… main deh, sama Fayyaz. Sekarang, dia lagi seneng main pake baby walker. Makin ‘ndut aja….
Pas Fayyaz tidur, kita pulang. Mampir carrefour mt haryono dulu sebentar. Nyari pelembab, karena mukaku yang biasanya berminyak, jadi kering kerontang.

Cuaca… panas banget….!!!

Jam 1an, ke rumah sakit lagi. Ambil hasil lab, terus ketemu dokter. Ya, kata dokter, sih udah membaik, meskipun blom normal. Cuma dikasih obat batuk.

Terus, pulang… duh.. duh.. duh… panasnya…. Ampun….

Besok… kembali bekerja….

Jadi begitulah kronologis dua minggu sakit…

06.03.13