Tuesday, November 14, 2006
Monday, November 13, 2006
[Book Review] Sammy's Hill
Sammy's Hill (Dunia Sammy)
Kristin Gore
Sebagai anak mantan wakil presiden, Al Gore, tentunya Kristin sudah tidak asing dengan Gedung Putih, Capitol Hill dan dunia politik beserta intrik-intriknya. Sepertinya itulah yang jadi latar belakang bagi Kristin untuk menulis novel Sammy's Hill.
Samantha Joyce, adalah asisten senator Robert Gary dalam bidang kesehatan. Kalau melihat perilaku dan sifat Sammy yang suka gugup dan ceroboh, rasanya gak pantes banget dia kerja di lingkungan yang serba cepat dan menuntut konsentrasi dan tingkat stress yang tinggi. Tapi, Sammy termasuk orang cukup cerdas dan dipercaya oleh senator Gary. Termasuk berusaha meng-gol-kan RUU tentang pengadaan obat murah.
Ternyata dunia politik yang penuh trik yang terkadang licik, kejam dan sadis, bisa jadi kisah yang segar di tangan Kristin Gore, yang juga adalah seorang penulis cerita televisi. Salah satu karyanya, Saturday Night Live membuat Kristin masuk dalam nominasi Emmy Awards.
Tuesday, November 07, 2006
[Movie Review] Just My Luck
Monday, November 06, 2006
[CumaCeritaPendek] 3 Dara, 1 Jaka, 1 Suami… dan 1 Perempuan Lagi…
Karina terbangun dengan senyum di bibir. Seberkas sinar matahari menerobos lembut dari sela-sela tirai di kamar. Ia membalikkan badannya dan melihat sosok di sebelahnya. Yoga… ya… ada Yoga di sampingnya. Karina tersenyum lagi. Senyum bahagia karena sudah resmi menjadi istri Yoga.
Semalam… mereka berdua menikmati indahnya bercinta. Indahnya kemesraan yang utuh. Indah.. tanpa basa-basi… manis tanpa sesuatu yang berlebihan.
Rayuan, kini tak lagi sekedar rayuan gombal.
Karina tersenyum lagi… bahagia.
Didekatkan tubuhnya memeluk Yoga. Yoga menggeliat, membuka matanya. Dengan suara masih mengantuk, ia berkata, “Selamat pagi, my beloved Karina.” Ia tersenyum, dan mengecup lembut keningku.
Ah…. Akankah besok akan terus begini? Akankah ini jadi kebahagiaan utuh dan abadi?
Yoga masih terus mendekap Karina…. lamaaaa…. sekali…
Tapi….. tiba-tiba semua terasa asing…
Maya:
“Hueekkk… bau siapa ini?” Maya mengerenyitkan hidungnya. “Siapa sih, ini berani-beraninya meluk gue?”
Refleks Maya dorong tubuh asing itu, dan dia hanya bisa membisu memandangnya, “Gila!! Yoga ada di kamar gue?!!! Tunggu.. tunggu… ini bukan kamar gue! Ini kamar hotel!!” Raut wajahnya bingung, ditambah lagi sosok itu memandangnya dengan wajah yang tak kalah bingung. “Apa gue mabuk lagi semalam? Kepala gue terasa berat? Duh…”
Yoga… Yoga… pacar Karina! Sang lelaki yang bernama Yoga itu berusaha menggapai Maya, dan bertanya, “What’s wrong, my dear?”
“What??? My dear?” Akhirnya Maya pun bersuara, “Ee…eeeemmm… Yoga?”
“Iya, sayang…”
“Ngapain kita di sini? Ngapain loe ada di kamar ini? Sama gue?”
”Honey, kamu kenapa sih? Kamu gak lupa, kan, kalo kita sudah menikah?”
“Oh, no… oh, s**t! Jadi Karina sudah married sama si Yoga ini? Mampus gue… kenapa gue bisa gak tau… kenapa Karina gak ngasih tau gue?” Rutuk Maya dalam hati.
Lama Maya termenung.. membiarkan Yoga memandangnya dengan semakin penuh tanda tanya. Lalu ia beranjak dari tempat tidur, meninggalkan Maya sambil berkata, “Kamu aneh banget. Beda sekali sama semalam.”
Maya masih termenung dan berpikir, “Pantas Karina susah sekali diganggu akhir-akhir ini. Pantas gue tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Ternyata.. diam-diam dia merencakan pernikahannya tanpa setahu gue.”
Tiba-tiba kepalanya pusing, tak mampu menanggung beribu pertanyaan dan praduga di kepala.
Mariska:
“Wow!!! Satu kata itu yang bisa gue ungkapkan.” Mariska tersenyum nakal. “Ternyata, bercinta dengan Yoga benar-benar hebat!! Gue iri sama Karina yang bisa menjadi istrinya. Gue iri!!!”
Mariska memandang Yoga yang hanya berbalut handuk keluar dari kamar mandi. Handuk yang melingkar di pinggulnya membuat badan Yoga yang atletis semakin seksi di mata Mariska. Membuat tubuh Mariska yang hanya berbalut selimut bergetar, “So sexy…” bisik Mariska.
Mariska turun dari tempat tidur berjalan ke arah Yoga yang sedang memilih pakaian, lalu ia memeluknya pria itu dari belakang. “Hmmm… wangi banget…”
Tiba-tiba Yoga berbalik, memandangnya dengan penuh tanda tanya, sementara Mariksa memandangnya dengan pandangan penuh arti… menggoda…
Tanpa basa-basi, Mariska mencium bibir Yoga. Lupa akan Karina. Lupa akan segalanya. Kehangatan tadi malam pun terulang kembali…
Jaka:
“Tadinya aku tidak mengerti, kenapa 3 perempuan itu begitu menggilai Yoga. Memang, sih, dia tampang, ganteng, benar-benar impian para perempuan. Karina, Maya, Mariska… ketiganya berusaha merebut perhatian Yoga. Tapi… memang… memang hanya Karina yang berhasil mendapatkan status resmi sebagai istrinya. Tapi, tidak ada yang seberuntung aku… tidak ada yang sepintar aku.. tidak ada yang tahu… Yoga itu menyukaiku…” Jaka tertawa sendiri. Suara tawa yang agak keras membangunkan Yoga yang tertidur kelelahan, akibat sisa-sisa percintaan yang baru saja mereka lewati bersama.
Wajah mengantuk itu bersuara, “Kenapa kamu tertawa, Sayang?”
Jaka malah tertawa semakin keras.
Yoga menganggap tawa itu sebagai tawa ‘mengundang’. Ia pun balik menggoda Jaka dengan memeluk dan menggelitik tubuh Jaka. Menciumi wajah Jaka.
Jaka tertawa geli… tawa menggoda… terbahak-bahak….
Yoga:
Aku bingung…. Aku tidak pernah melihat Karina seperti hari ini. Karina-ku yang selalu tenang, yang hangat, manis… ah.. benar-benar wanita idamanku. Tapi, hari ini, sehari setelah pernikahan kami, tiba-tiba saja, sikapnya berubah. Dari yang hangat, tiba-tiba jadi acuh, lalu, tiba-tiba jadi manja dan menggoda… bahkan liar… aku tak mengerti… semua jadi asing…
Apakah ada hal lain dalam diri Karina? Apakah ada sesuatu yang tersembunyi… sesuatu yang luput dari perhatianku…
Kupandang wajah manisnya yang sedang tertidur dengan tenang… kuelus pipi halusnya… kukecup hangat keningnya…
Ada siapa lagi dalam diri kamu, Karina?
Karina:
Karina duduk sendiri di tepi tempat tidur. Pandangannya diedarkan ke seluruh ruangan kamar. Bunga lili, sedap malam dan mawar putih menghiasi kamar itu. Harumnya masih sangat terasa.
Yoga meninggalkannya ketika ia tertidur. Hanya sebuah catatan singkat mengatakan kepergiaannya, “Aku pergi sebentar, sayang. Wait for me, dear. – Love you always.” Begitu bunyinya.
Karina termenung. Menyadari ada sesuatu yang salah. “Mereka kembali lagi. Kenapa? Kenapa mereka mengganggu saat bahagia ini”
Karina berjalan menuju cermin. Dipandanginya raut wajah yang terpantul di cermin.
Maya:
“Hai, Karina.” Maya tersenyum.
Mariksa:
“Selamat pagi, Karina sayang. Terima kasih sudah membagi Yoga denganku.” Mariska mengerlingkan matanya dan tersenyum nakal.
Jaka:
“Karina… Karina… Karina… kamu tahu… Yoga itu milikku.” Jaka terkekeh.
Karina:
“Jangan ganggu aku! Jangan ganggu Yoga! Kenapa kalian datang lagi? Aku sudah mengenyahkan kalian.” Karina menatap cermin dengan wajah frustasi.
Mariska:
“Hahaha.. kamu memang sudah mengenyahkan kami. Tapi, itu hanya sementara…. Se-men-ta-ra!”
Jaka:
“Kamu begitu terlena, Karina. Kebahagiaan kamu membuat kamu lupa pada kami. Tapi, di saat kamu lupa…” Jaka menatap Karina dengan tajam, lalu melanjutkan, “Di saat itulah kami datang… Kami datang meminta hak kami juga…”
Karina:
“Pergi… pergi kalian!!! Pergi…..!!!”
Maya:
Maya tertawa terbahak-bahak, “Ke mana kamu mau mengusir kami?”
Maya, Mariska, Jaka:
Mereka bertiga bersuara, seolah hendak melawan Karina, “Ke mana pun kamu mengusir kami, kami selalu ada dalam pikiranmu."
Karina:
“Pergi!!!!” Karina berteriak sambil melempar botol parfum ke kaca.
Prang….
Kaca meja rias itu berhamburan…
Wajah-wajah itu hilang…
Karina pun hilang…
Yoga dan perempuan itu
“Siapa kamu?” tanya perempuan itu bertanya pada Yoga yang baru saja masuk ke kamar hotel.
Yoga menatap heran perempuan yang sedang duduk di tempat tidur itu. Penampilan perempuan itu tampak kacau. Yoga menyapu pandangannya ke seluruh kamar. Berantakan seperti kapal pecah. Pecahan kaca meja rias berhamburan di sekitar meja rias itu.
“Ada apa, Karina sayang?” Yoga bertanya sambil mendekati perempuan yang disapanya Karina.
“Siapa Karina? Aku bukan Karina. Aku Dania.”
06.10.31
[Pernak-Pernik] ‘Kepala Berasap’…
Bener banget kata orang, masa-masa menjelang pernikahan, masa-masa rawan… masa-masa stress… dan bikin cape’. Bukan cape’ badan, tapi cape’ hati…
Ada yang cerita, kalo seminggu sebelum hari H, dia malah ngajuin putus sama cowoknya. Ada lagi yang cerita, kalo dia sempet bilang, “Gak usah kawin aja sekalian.” Kalimat-kalimat itu keluar saking udah cape-nya. Banyak yang ngingetin, kalo saat-saat seperti itu, pasangan yang mo married, justru bakal sering ribut.
And… it really happened to me… to us… salah ngomong sedikit, gak terima dikritik… protes atau kasih pendapat yang beda… hmm… bakalan jadi sumber pertengkaran yang heboh… yang biasanya sabar.. yang biasanya ngomong bisa manis dan pelan.. jadinya ikutan ‘panas’… kita berdua sama-sama pengen didengerin, sama-sama pengen diturutin kemauannya.. sama-sama punya ‘teori’… dan kata-kata gak enak pun sering tercetus…
Mungkin ini salah satu proses supaya kita lebih dewasa kali ya…
[Pernak-Pernik] 2 Minggu Lagi Yaaaa???
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
Dag… dig… dug…
[Pernak-Pernik] Ngurusin Undangan
Undangan… salah satu yang bikin ribet dalam urus-urusan nikah. Mulai dari awal, pas desain undangan… sempet terjadi ‘keributan’ memperdebatkan urusan warna. Tadinya, gue mau warna pink, tapi bagus, pengen something yang lebih ‘mature’. (huh, emang warna pink gak ‘mature’), akhirnya sepakatlah warna hijau. Milih warna hijau, juga gak sekali… pas detik-detik menjelang naik cetak, setelah desain selesai, baru ketemu warna hijau yang pas. Soft, rada tua tapi gak gelap, muda tapi gak ‘nge-jreng’.
Pas undangan selesai… beneran.. rasanya lega banget. Pertama lega karena hasilnya bagus.. warnanya bener-bener mengena di hati (apa sihhh…?), hasilnya juga rapi. Kedua lega karena bebas dari pertanyaan nyokap gue, “Kapan undangan selesai?” Ketiga, ada ‘something’ yang membuat gue senyum terus begitu ngeliat nama gue dan bagus tercetak di undangan (ah.. kalo ini sih, alasan sentimentil aja…)
Ok… undangan udah selesai.. next, nyusun daftar undangan… tepatnya ‘mensortir’ daftar undangan. Siapa yang kira-kira bisa gak pake undangan, siapa yang udah lama gak keep in touch, siapa yang bisa pake ‘keluarga besar’.. Abis.. ada sih yang gak mau dateng, kalo gak dikirimin undangan sendiri…
Bolak-balik ngingetin papa, gak usah semua mau diundang… tapi ribet juga.. takutnya, ada yang gak keundang, tau-tau jadi ‘ngambek’…
Terus, masalah pendistribusian undangan. Untung ada courier kantor yang berbaik hati mau nganterin undangan selama dia cuti. Dan sampai detik ini, udah separo undangan tersebar ke sodara-sodara, temen-temen papa & mama.
Kadang gue mikir, kaya’nya yang mo nikah gue, tapi kenapa banyakan temen orang tua gue ya? Kebanyakan sodara-sodara yang mungkin gue sendiri juga hampir gak pernah ketemu? Sementara, dari sekian undangan, temen-temen gue mungkin hanya sepersekiannya aja. Gue juga hanya ngundang beberapa temen kuliah, itu pun yang emang temen main gue, temen-temen satu kantor… beberapa temen sma, smp…
Malah, gue bingung… siapa aja yang mau diundang ya??
Saturday, November 04, 2006
[Book Review] 3rd Degree
James Patterson & Andrew Gross
Warner Books, 2005
356 Hal.
Lindsay berusaha memecahkan arti pesan-pesan yang ditinggalkan oleh orang yang menyebut dirinya August Spies. Teror terbesar ditakutkan terjadi dalam pertemuan kelompok G-8.
Ciri khas James Patterson dengan bab-bab pendek-nya masih menawarkan ketegangan yang membuat kita penasaran untuk ikut mengungkapkan siapa dalang di balik aksi teror itu.
Wednesday, November 01, 2006
Cerita Selama Lebaran
Selama libur lebaran, otomatis hanya hari lebaran pertama dan hari minggu terakhir aja, gue di rumah. Selebihnya, gue sekeluarga selalu keluar rumah.
Standard lah.. hari pertama, gak bakalan bisa keluar, karena banyak yang dateng ke rumah. Hmm… kaya’nya gue banyak banget makan. Diet selama puasa, rada kacau kena ketupat and the gank.
Hari-hari di rumah, atau kalo ada waktu luang, gue habiskan dengan mengasah keterampilan main ‘tumblebugs’. Baca buku… males… nonton dvd… males juga… Atau, kalo gak main, ya.. ngurusin undangan…
Hari kedua lebaran, keliling, mulai dari tebet, kemanggisan, cinere, pasar minggu dan terakhir ‘terdampar’ di depok. Isinya… tentunya makan and makan… mulai dari pempek, cheese cake sampe mie celor…
Kalo ketemu sodara-sodara, mulai deh, pada berkata, “Duh, calon penganten.. kirain udah dipingit…” Mulai bagi-bagi undangan setiap dateng ke rumah orang.
Hari ketiga – di rumah aja, Bagus and my ca-mer dateng. Eh.. ternyata hari ini, ternyata gue di rumah aja.
Besoknya nganter undangan lagi, ke daerah selatan – kebayoran baru, rempoa, pondok indah… hehehe.. kalo hari ini, sempet ‘mampir’ ke Pondok Indah Mall. Wah.. dan hari itu juga, tanggal 27 oktober, hari pertama gue pake contact lens. Kirain belom selesai. Tapi, iseng gue mampir ke optik Melawai… nanya… eh… ternyata udah selesai.. langsung lah latihan makenya. Tapi ternyata.. koq susah… untung akhirnya sukses juga.
Abis dari pim, sampai rumah jam 3, gue siap-siap untuk acara BBQ di rumah temen kantor gue. Wah.. makan again!!
Hari sabtunya.. nganter undangan lagi ke daerah pondok gede. Mampir makan siang di rumah tante gue… dan.. wuiihhh.. makannya enak banget… udah lama gak makan nasi panas, ikan goreng pedes yang enak banget.. pindang ikan patin.. sambel plus lalap… ending-gulindang-bambang!!!! Ditambah lagi, pas sore-sore… dikasih ‘dessert’ bakso bola tennis! Sumpah.. itu bakso gede banget… bener-bener seukuran bola tennis!! Lalu kita pulang dengan kekenyangan…
Hari minggunya… di rumah aja, kebetulan ada fayyaz di rumah. And ngurusin undangan sama mama…
Haa… pas mikirin mau kerja lagi… mualesssss banget rasanya….