[Book Review] Je M'appelle Lintang
Je M'appelle Lintang
Ollie
Media Kita, Cet. II - 2006
162 Hal.
Dari cover-nya, Ollie seolah sudah ‘menjanjikan’ bahwa novel ini bercerita tentang kisah cinta yang romantis. Dengan warna-warna lembut didominasi warna merah jambu dengan latar belakang Menara Eiffel semakin memperkuat keromantisannya.
Berawal di sebuah pesta pernikahan di Nembrala, NTT, seorang pria berkebangsaan Perancis, Pierre, jatuh cinta pada gadis dari kota itu, Lintang. Tapi, tentu saja, meskipun dua-duanya saling suka, tidak begitu saja membuat hubungan percintaan mereka jadi lancar. Alasannya klise, latar belakang budaya membuat orang tua Lintang melarang Pierre menjaling hubungan dengan anak gadis mereka.
Perpisahan pun harus terjadi. Dua hati yang berjauhan, saling merindukan. Dan membuat seorang Lintang nekat pergi ke kota Paris demi mencari Pierre. Bermodalkan kemampuannya di bidang fashion design, Lintang mencoba mendapatkan beasiswa untuk belajar di sekolah mode di Paris. Beruntung akhirnya Lintang mendapatkan beasiswa itu.
Berada di kota yang sama dengan Pierre, ternyata tidak langsung membuat mereka mudah untuk bertemu kembali. Dan di sini, nih, ‘greget’ dari novel ini, kebetulan-kebetulan yang terjadi yang sebetulnya membuat Pierre dan Lintang sedikiiiittt lagi akan ketemu bisa membuat pembaca ‘menahan napas’ dan ‘merutuk’ kesal.
Lintang, ditemani oleh Jerry, sahabatnya dari satu kota yang kebetulan juga pergi ke Paris, tanpa putus asa berusaha menelusuri jejak Pierre.
Paris di musim gugur digambarkan begitu romantis. Kota yang selalu disebut-sebut sebagai kota cinta bisa membuat pembaca ikut terhanyut dalam cinta.
Ollie
Media Kita, Cet. II - 2006
162 Hal.
Dari cover-nya, Ollie seolah sudah ‘menjanjikan’ bahwa novel ini bercerita tentang kisah cinta yang romantis. Dengan warna-warna lembut didominasi warna merah jambu dengan latar belakang Menara Eiffel semakin memperkuat keromantisannya.
Berawal di sebuah pesta pernikahan di Nembrala, NTT, seorang pria berkebangsaan Perancis, Pierre, jatuh cinta pada gadis dari kota itu, Lintang. Tapi, tentu saja, meskipun dua-duanya saling suka, tidak begitu saja membuat hubungan percintaan mereka jadi lancar. Alasannya klise, latar belakang budaya membuat orang tua Lintang melarang Pierre menjaling hubungan dengan anak gadis mereka.
Perpisahan pun harus terjadi. Dua hati yang berjauhan, saling merindukan. Dan membuat seorang Lintang nekat pergi ke kota Paris demi mencari Pierre. Bermodalkan kemampuannya di bidang fashion design, Lintang mencoba mendapatkan beasiswa untuk belajar di sekolah mode di Paris. Beruntung akhirnya Lintang mendapatkan beasiswa itu.
Berada di kota yang sama dengan Pierre, ternyata tidak langsung membuat mereka mudah untuk bertemu kembali. Dan di sini, nih, ‘greget’ dari novel ini, kebetulan-kebetulan yang terjadi yang sebetulnya membuat Pierre dan Lintang sedikiiiittt lagi akan ketemu bisa membuat pembaca ‘menahan napas’ dan ‘merutuk’ kesal.
Lintang, ditemani oleh Jerry, sahabatnya dari satu kota yang kebetulan juga pergi ke Paris, tanpa putus asa berusaha menelusuri jejak Pierre.
Paris di musim gugur digambarkan begitu romantis. Kota yang selalu disebut-sebut sebagai kota cinta bisa membuat pembaca ikut terhanyut dalam cinta.
2 Comments:
At 2:54 AM, Anonymous said…
Very nice site! United states meridia prescription 1993 jeep grand cherokee fuel pump 7.0 mcafee scan virus Decks patios driveways geyser montana arkansas farm insurance Oregon divorce forms pdf Property insurance wisconsin zyban+suicide lexus locklear Maui running schedule depakote Accidental upskirt celebs annual travel insurance 65s Welbilt home appliances Beetle convertible must sell
At 4:31 AM, Anonymous said…
Very cool design! Useful information. Go on! » »
Post a Comment
<< Home