[28 Hari Penuh Cerita Cinta] Masterpiece
I found the masterpiece in you
The work of arts is true
And I treasure you, my love
(Masterpiece – Atlantic Stars)
Niko tersenyum puas sambil memandang sebuah sketsa wajah di depannya. Gambar wajah seorang gadis, tersenyum… seolah sedang menatapnya. “Ini karya besarku.” Dielusnya gambar itu… Lalu dibungkusnya dengan hati-hati seolah barang itu akan terpecah-belah jika ia tidak hati-hati.
Setelah semua rapi, lagi-lagi, Nino tersenyum puas dan lega. Ia pun membaringkan badannya di tempat tidur. Terlentang memandang langit-langit kamarnya, Nino melamun dan pelan-pelan terpejam… siap menyambut datangnya mimpi…
- - -
Shaira merasa aneh, dari tadi ia merasa ada yang sedang mengikutinya. Beberapa kali ia sengaja berhenti tiba-tiba dan menoleh ke belakangnya dengan cepat, dan beberapa kali pula ia melihat seorang laki-laki yang sama yang selalu pura-pura melakukan kegiatan lain setiap ia menoleh. Entah pura-pura mengikat sepatu, pura-pura membaca pengumuman di papan, atau yang lebih anehnya lagi, pura-pura membaca buku di tengah jalan! Laki-laki itu membawa sebuah bungkusan. “Jangan-jangan… bom!” pikir Shaira ketakutan.
Karuan hati Shaira jadi tidak tenang. Buru-buru ia berjalan menuju kantin. Karena kantin adalah tempat yang paling ramai di kampusnya – jadi kalau orang itu mau macam-macam, ia tinggal teriak. Lagipulan, ia memang janjian ketemu Anissa di sana.
Ternyata Anissa sudah ada di sana, di tempat duduk favorit mereka. Bangku pojok yang menghadap danau. Sambil meletakkan barang-barangnya, Shaira langsung bercerita, “Kaya’nya ada yang ngikutin aku deh, Nis.”
Anissa menatapnya heran, “Ngikutin gimana? Siang begini kan, tujuan semua orang hampir sama – ke kantin. Jadi jangan gr diikutin dong, ah.” Anissa tertawa.
“Beda, Nis. Perasaanku gak enak. Dan emang bener, setiap aku berhenti dan nengok ke belakang, laki-laki itu langsung pura-pura lagi ngapain gitu.”
“Oooo… jadi cowok nih yang ngikutin,” Anissa menggoda sahabatnya itu, “Pantesan kamu grogi!”
Shaira langsung cemberut.
“Ngomong-ngomong, kamu udah pernah liat cowok itu di kampus kita?” Anissa bertanya, lalu menyeruput jus alpukatnya.
Sejenak Shaira mengerutkan keningnya, mencoba mengingat-ingat wajah laki-laki itu, “Kaya’nya sih dia anak angkatan di atas kita deh. Eh, sebentar…” Shaira sejenak berdiri, celingak-celinguk melihat ke arah seluruh penjuru kantin, mencari sosok yang membuat ia sedikit ‘parno’ alias paranoid siang ini, lalu ia duduk lagi. “Gak ada ternyata.”
“Siapa yang gak ada?”
“Cowok itu. Aku pikir dia ada di kantin ini.”
Anissa tertawa lagi, “Makanya jangan gr, ah. Kali-kali aja, emang kebetulan dia jalan di belakang kamu.”
Shaira termenung, “Iya juga kali ya.”
- - -
Malam ini, Niko masih memandang sketsa wajah gadis manis itu. “Aku sudah membuatnya takut. Aku tidak punya niat jahat, koq. Besok aku harus memberikan ini padanya. Harus… sebelum terlambat.”
- - -
Malam yang sama, Shaira termenung di kamarnya. Di pikirannya berkelebat wajah laki-laki itu. Berbagai pertanyaan berlompatan di benaknya, “Siapa sih dia? Aku yakin dia memang mengikutiku. Tapi, kenapa?” Entah kenapa, jantung Shaira serasa berdebar, berdetak lebih cepat, bukan karena takut… tapi, karena… “Mudah-mudahan besok aku bisa melihat dia lagi. Koq aku jadi pengen liat dia ya?”
Shaira memejamkan matanya… berharap laki-laki itu datang dalam mimpinya.
- - -
Shaira sengaja keluar dari ruang kuliahnya lebih akhir dari teman-temannya. Anissa pasti sudah menunggunya di kantin. Sebelum keluar, ia melongok, menengok kiri-kanan, tapi hatinya sedikit kecewa, “Koq dia gak ada?”
Shaira pun berjalan menuju kantin. Langkahnya lambat. Sesekali ia menoleh ke belakang. “Tidak ada.” Kecewa…
Tiba-tiba… deg, Shaira melihat laki-laki itu berjalan dari arah yang berlawanan. Sama seperti kemarin, laki-laki itu membawa sebuah bungkusan. Laki-laki itu sempat menghentikan langkahnya ketika melihat Shaira. Shaira juga kaget, ia mempercepat langkahnya, masuk ke kantin.
“Nis… Nis…” napas Shaira terengah-engah, “Dia ada lagi… di atas… !” tangan Shaira menunjuk ke arah tangga kantin. Lalu ia meneguk jus mangga milik Anissa.
“Hei..hei… grogi, sih, boleh… tapi jangan jus mangga yang jadi korban dong…!” Nissa cemberut melihat jus mangganya sudah habis separuh. “Duduk dulu, Ra. Cerita yang betul.”
Shaira duduk, sambil terus menoleh ke arah tangga masuk. Ia tidak melihat laki-laki itu. “Ke mana ya dia?” tanyanya bingung.
“Gimana sih? Katanya takut, tapi koq nyariin?”
“Penasaran aja.”
“Duh.. penasaran… apa penasaran?”
“Abis dia aneh. Dari kemarin, dia selalu bawa-bawa bungkusan. Dan entah kenapa sikapnya aneh banget.”
“Hmmm.. jangan-jangan dia mau kasih kado ulang tahun.”
“O…” Gelembung mimpi seolah muncul di atas kepalanya, berharap sebuah kejutan manis di hari ulang tahunnya.
Tiba-tiba Anissa melihat jam tangannya. “Waduh, aku harus masuk kelas dulu nih. Kuliahnya Pak Aldo. Kalau telat, gak boleh masuk. Duluan ya…” Anissa buru-buru berlari, sementara Shaira masih duduk sambil membaca buku novel.
“Permisi.”
Shaira terlonjak. Ia kaget mendengar ada suara. “Hah? Dia!”
“Iya… “
“Boleh duduk di sini?”
Shaira melihat ke kiri kanan. “Masih banyak bangku kosong, kenapa juga harus di sini?” Tapi, ia menjawab, “Boleh aja.”
“Terima kasih.” Sikap laki-laki itu tampak grogi. Shaira kembali melanjutkan membaca novelnya, sementara dalam hatinya masih bertanya-tanya, “Kenapa sih nih orang?” Sesekali diliriknya laki-laki itu dari sudut matanya.
“Ehmmm… Shaira…”
“Eh.. iya…”
“Saya ganggu ya?”
“Hhhh… gak koq. Kenapa?”
Laki-laki itu mengulurkan tangannya, Shaira menatap dengan bingung, dan membalas uluran tangan itu. “Niko”. “Hh.. Shaira.”
“O ya, selamat ulang tahun ya. Aku liat tadi banyak yang kasih selamat ke kamu.”
“Terima kasih.” Shaira tersenyum.
“Aku mau kasih ini,” Niko berkata seraya mengangsurkan sebuah bungkusan ke Shaira.
“Terima kasih.” Shaira tersenyum lagi, hatinya berdebar kencang.
“Tolong kasih ke Anissa ya. Bilang ini buat dia.”
“Lho?” Shaira bingung, “Maksudnya? Jadi dari kemarin kamu ngikutin aku buat kasih ini? Kenapa gak kamu kasih sendiri?”
“Malu, Ra.”
Shaira jadi sewot, gelembung mimpinya seolah pecah, dia menjawab dengan nada sedikit tidak enak, “Ya udah, ntar aku kasih.”
“Terima kasih ya.” Niko beranjak meninggalkan Shaira yang masih mendongkol.
- - -
“Lega… Semoga dia menyadari kalau aku suka dia. Sketsa itu adalah karya terindahku untuk Anissa.” Niko tersenyum puas, memandang sang pujaan hati yang sedang di dalam kelas dari kejauhan.
- - -
“Nih, buat kamu!” Shaira memberikan bungkusan dari Niko ke tangan Anissa.
“Kenapa kamu? Koq judes banget?” Lalu memandang bungkusan di tangannya dengan bingung, “Apaan ini?”
“Gak tau. Buka aja.”
“Dari siapa?”
“Uhhh… buka dulu deh…!”
Anissa merobek kertas bungkusan dan ia terperangah, Shaira juga.
“Niko…” bisik Anissa tertahan.
Shaira menatap sahabatnya dengan heran, lalu bertanya, “Kamu kenal Niko?”
Wajah Anissa bersemu merah, tanpa perlu jawaban, Shaira tahu, hati sahabatnya sedang berbunga-bunga… sementara hatinya justru kecewa… kejutan itu ternyata bukan untuknya…
06.02.03
(happy birthday to myself…)
1 Comments:
At 4:54 AM, Anonymous said…
OK, komentar Om Jin ... (ah garing, kayak sinetron Jin dan Jun aja ya?)... ehm... komentar Om Nar’Kobar seperti ini nih:
Pertama, hu...hu...hu... cedih... cedih deh... oh, Niko... kau sungguh KEJAAAM!!!... teganya teganya.. teganya... he..he..
Kedua, meskipun mahal, jangan lupa beli buku KBBI mutakhir, karena meskipun kita pengen bikin cerita yang nge-pop, kita harus tetap berpedoman pada KBBI supaya nggak dianggap penulis bodoh sama para editor, terutama untuk bagian cerita/keterangan/ dialog penulis-pembaca. Kalo bagian dialog antar tokoh, boleh-boleh aja seenak udel supaya realistis. Kecuali kalo memang tokohnya garing en setiap hari ngobrol pake bahasa baku. “Shaira, kekasihku, apakah engkau setidaknya ingin menindaklanjuti.... (Yekh! Garing banget!)”
Ketiga, Dialog bisikan hati jangan disamakan dengan dialog biasa. Kalo dialog biasa pakek tanda “double quote”, bisikan hati jangan, supaya jelas bedanya en nggak bikin bingung para pembaca. Bisa pakek ‘single quote’ atau huruf italic. Terserah deh, pokoknya kudu beda.
Tujuan kita nulis bukan untuk bikin pusing orang, kan? Tapi untuk menghibur (Kecuali kalo memang udah niat pengen bikin pusing orang. Kayak novel Supernova .. he..he..).
Keempat, cerita harus sesuai dengan kaidah-kaidah logika umum. Meskipun fiktif, harus masuk akal juga, kan? Kalo nggak kesannya jadi ngawur.
Misalnya, saat Shaira grogi melihat Niko, ia tiba-tiba meminum jus mangganya Anissa. Apakah ini masuk akal? He..he.... just kidding... aku suka banget bagian ini kok. Suwer. Kamu harus lebih sering mengeksplorasi ‘special effects’ seperti ini. Siapa tahu suatu saat kamu bisa jadi penulis sitkom yang baik, nggak garing kayak kebanyakan penulis sitkom kita sekarang (kecuali penulis Bajaj Bajuri dan Kiamat Sudah Dekat ... mereka OK banget tuh. Salute!).
Misal lainnya. Kenapa si Niko nggak ngasih kadonya langsung ke si Anissa aja? Kalau alasannya karena memang dia pemuda pemalu, dia harusnya malu juga dong sama Shaira. Atau bisa saja kadonya dikirimkan lewat pos atau bayar anak-anak jalanan untuk dijadikan kurir. Tapi ternyata dia cukup berani untuk nyamperin si Shaira en tiba-tiba ngajak kenalan. Artinya dia bukan tipe cowok pemalu en malah berkesan seperti cowok ‘pemangsa’ cewek. Apalagi Annisa dan Niko kan sudah saling mengenal? Kesan lainnya, si Niko ini cowok yang kurang ‘gentle’ karena nggak berani ngasih kado sama cewek kecengannya secara langsung. Harusnya si Anissa malah cemberut saat mendapatkan kado itu dari Shaira. Terus dia ngoceh, “Kok si Niko ngasih kado ginian aja harus pakek kurir segala? Terus elu juga mau-maunya jadi kurir dia, Shaira? Elu suka ya sama dia?” Udah gitu Shaira marah karena dituduh suka sama si Niko (padahal iya sih). Lima menit kemudian mereka berantem, bergulingan di lantai sambil jambak-jambakan rambut. Sementara Si Niko menonton mereka sambil jingkrak-jingkrak dan tertawa terpingkal-pingkal. He.he.. just kidding!
Atau bisa juga:
Si Niko sebenernya pengen ngebales Shaira yang pernah bikin sakit hati sobatnya yang bernama Toni yang konon hampir bunuh diri gara-gara cintanya ditolak mentah-mentah oleh Shaira. He. he..
Secara keseluruhan Om Jin (alaaah... om jin lagi deh...) suka sama cerpen ini. Suwer deh. Karena Om suka cerpen2 yang ber-‘surprise ending’ seperti ini.
Keep dreaming! Keep writing! Keep smiling! Let yourself go! Fly high my friend!
Happy belated birthday Ferina!
Post a Comment
<< Home